Hidayatullah.com- Pakar Tafsir Dr. Saiful Bahri memaparkan dampak yang paling fatal dari perkawinan sesama jenis, yaitu bisa merusak tatanan sosial. Sebab, tatanan sosial yang paling kecil di tengah masyarakat itu dari keluarga (pernikahan, red).
Saiful menambahkan kalau pernikahan itu dilakukan dengan sesama jenis akann mempengaruhi dampak biologis terkait keberlansgungan keturunan serta menimbulkan dampak sosial dengan bebasnnya transaksi seksual.
“Perkawinan sejenis itu lama kelamaan seperti memberi kebebasan dalam berhubungan seks yang meluas kepada Lesbian, Homoseksual, Biseksual, Transgeder (LGBT),” kata Saiful kepada hidayatullah.com, Jum’at (18/09/2015).
Menurut Dosen Pasca Sarjana Universitas Muhammadiyah Jakarta, artinya bahwa perkawinan sejenis ini berupaya ingin menggeser sakralisasi pernikahan menjadi denomisasi yang menghilangkan nilai kemanusiaan itu sendiri.
“Itulah dampak perkawinan sejenis yang paling fatal, secara sosial yaitu bisa merusak komunitas keluarga, mengancam masa depan (pelaku maupun objek) serta melakukan perbuatan yang bernilai kemaksiatan,” ujar pakar tafsir alumni Universitas Al Azhar Mesir ini.
Lebih jauh lagi, Saiful menjelaskan dalam hukum Islam perkawinan sejenis sudah jelas, bukan hanya dilarang tapi, sanksinya jauh lebih berat daripada sanksi dalam aturan hukum yang berlaku di negeri ini yaitu hukuman mati. Rasulullah Shalallahu Alaihi Wa Salam sendiri memerintahkan baik pelaku ataupun objek dari perkawinan sejenis itu harus dibunuh.
“Artinya ancamannya sangat berat sampai pada maksimal hukuman mati sebab menghilangkan nilai-nilai kemanusiaan. Meskipun, penerapannya mungkin ‘bisa lebih ringan’,” jelas Saiful pengampu “Kajian Gender, Perempuan dan Family Mainstreaming”.
Wakil Ketua Komisi Seni Budaya Islam Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat ini, menegaskan secara syariat sangat jelas jika perkawinan sejenis tidak dibenarkan sama sekali. Kalau pun ada, menurutnya, itu kecenderungan beberapa personal, yang berarti bahwa mereka mengalami sebuah kelainan (perkawinan sejenis) yang harus disembuhkan.
“Bukan berarti kita nggak menolerir. Menolerir itu dalam artian penyakit (perkawinan sejenis) ini bisa direhabiliatasi seperti pencadu narkoba,” demikian tandasnya.*