Hidayatullah.com – Tgk. Jamaluddin, seorang dai wilayah terpencil di Singkil, Aceh, ikut mengomentari musibah pembakaran gereja di wilayah itu baru-baru ini.
Menurut Tgk. Jamaluddin, berdasarkan SKB 2 Menteri, dan rapat yang digelar oleh DPRD, Camat dan unsur dari Muspida, Sudah ada kesepakatan bahwa rumah ibadah yang boleh didirikan di Aceh Singkil sejumlah 5 gereja, yang terdiri dari 1 gereja dan 4 undung-undung. Namun fakta di lapagan justru tidak seperti ini.
“Tetapi sekarang jumlahnya sudah banyak, tanpa sepengetahuan pemerintah sekarang ada sekitar 30 gereja yang telah dibangun,” ujar Jamaluddin. Demikian dituturkan Tgk. Jamaluddin, da’i yang telah 6 tahun berdakwah di daerah Aceh Singkil, kepada hidayatullah.com, Sabtu, (17/10/2015).
Atas kejanggalan itulah, lanjut Jamaluddin, warga Muslim di Aceh Singkil melaporkan pelanggaran pembangunan gereja yang tanpa izin serta melebihi jumlah sebagaimana disepakati tersebut ke pemerintah, baik kabupaten maupun daerah.
“Sudah diajukan gugatan ke Pemerintah, tetapi selama bertahun-tahun tidak juga ditanggapi. Itu yang membuat warga geram dan tidak sabar lagi,” paparnya.
Apalagi, lanjut Jamaluddin, janji pemerintah untuk membongkar gereja yang dinilai melanggar tersebut terus diundur tanpa alasan yang jelas.
“Awalnya katanya mau segera ditertibkan, tetapi ternyata diundur hingga tanggal 19 nanti. Warga tidak sabar karena sering dibohongi,” jelasnya.
Akhirnya, ujar Jamaluddin, karena merasa kecewa dengan sikap dan keputusan Pemerintah yang berlarut-larut. Warga yang sudah siap langsung melakukan tindakan sendiri dengan melakukan pembakaran terhadap salah satu gereja ilegal.
Dugaan Pemalsuan Tanda Tangan
Jamaluddin bercerita soal peristiwa yang berkaitan dengan pendirian gereja di daerah tempat tinggalnya, di Kecamatan Danau Paris, Kabupaten Aceh Singkil.
“Jadi waktu idul fitri kemarin, saat saya kampung. Ternyata mereka bergerak mengumpulkan tanda tangan warga untuk pendirian gereja,” tuturnya.
Namun, yang menjadi permasalahannya, lanjut Jamaluddin, pihak yang ingin membangun gereja tersebut dengan dugaan memalsukan tanda tangan, bahkan sampai dengan cara menipu.
“Waktu saya kembali ke Singkil, ada laporan bahwa pihak pembangun sudah mempunyai cukup tanda tangan warga muslim sebagai bukti persetujuan. Padahal tidak ada dari warga kita yang menandatangani,” jelasnya.
“Setelah ditelusuri, ada juga yang katanya dibohongi, mengaku dari pihak pajak sehingga meminta tanda tangan warga dengan dalih mengurus pajak,” tambah Jamaluddin.
Saat ini, menurutnya, suasana di Aceh Singkil masih mencekam. Warga masih saling menunggu realisasi dari pemerintah yang menyatakan akan melakukan pembongkaran terhadap beberapa gereja ilegal tanggal 19 Oktober nanti.
“Warga Muslim masih menunggu, dan mendesak pemerintah untuk benar-benar melaksanakan janjinya tanggal 19 nanti. Tetapi, dari pihak kristen juga menunggu. Karena mereka tidak terima terhadap pembongkaran itu,” pungkas Jamaluddin.*/Yahya G. Nasrullah