Hidayatullah.com—Pemilihan umum dini yang bersejarah telah dimulai di Myanmar. Orang-orang Myanmar yang tinggal dan bekerja di Thailand hari Sabtu (17/10/2015) tampak berbaris di kedutaan mereka di Bangkok untuk memberikan suara, lapor Euronews.
Hanya sebagian kecil warganegara Myanmar yang tinggal di Thailand terdaftar sebagai pemilih dalam pemilu kali ini, yang akan menjadi ujian bagi partai oposisi pimpinan penerima Nobel Perdamaian Aung San Suu Kyi, Liga Nasional untuk Demokrasi, apakah bisa sukses.
Pemilihan umum akan tetap dilaksanakan seperti rencana pada 8 Nopember di Myanmar, meskipun ada gangguan dari bencana banjir yang meluas.
Pemilu ini juga merupakan ujian untuk melihat apakah transisi kekuasaan dari militer ke sipil bisa berjalan mulus. Beberapa tahun terakhir, militer sudah membagi kekuasaannya kepada tokoh-tokoh sipil di pemerintahan. Meskipun demikian presidennya, Thein Sein, tetap saja seorang pensiunan jenderal.
Pemilihan dini kali dimulai setelah pekan lalu dua aktivis HAM yang mengolok-olok tentara di Facebook ditangkap.
Aktivis perdamaian Patrick Kum Jaa Lee ditangkap pada hari Rabu, setelah menampilkan gambar yang menunjukkan seseorang sedang menginjak potret Panglima Tentara Myanmar Jenderal Senior Min Aung Hlaing, kata Amnesty International yang berbasis di Inggris.
Hari Senin, giliran Chaw Sandi Tun ditangkap setelah memajang gambar Aung San Suu Kyi mengenakan pakaian dengan warna mirip seragam tentara, khususnya seragam Jenderal Min Aung Hlaing, kata Amnesty.
Menurut Amnesty dan Human Rights Watch, itu merupakan kasus pertama kali di Myanmar di mana orang ditangkap karena menampilkan posting di media sosial.
Hari Kamis, Departemen Luar Negeri Amerika Serikat mendesak agar Myanmar segera membebaskan kedua orang tersebut. Alasannya kata AS, menggunakan hukum untuk membatasi kebebasan berekspresi sangat bertentangan dengan prinsip-prinsip demokrasi dan komitmen pemerintah Myanmar sendiri, yang mengatakan akan melakukan reformasi politik dan menghormati hak asasi manusia.
Nay Phone Latt, seorang pegiat kebebasan berbicara yang cukup terkemuka di Myanmar yang mencalonkan diri sebagai caleg lewat partainya Aung San Suu Kyi, mengatakan penangkapan itu dilakukan untuk memberikan rasa beku terhadap kebebasan berekspresi di internet.
“Pemerintah saat ini mengatakan kita berada di dalam sebuah masyarakat demokratis. Tapi, hal itu tidak benar,” kata Nay Phone Latt. “Dari kasus-kasus ini, kita bisa melihat dengan jelas bahwa kita tidak bisa menyentuh militer.”*