Hidayatullah.com–“Kapan waktu yang paling tepat untuk memberikan nasehat kepada anak?,” Tanya penulis buku Membuat Anak Gila Membaca, Mohammad Fauzil Adhim mengawali pengantar diskusi dalam acara “Seminar Islamic Parenting” di Aula Komplek Muslimat Center, Yayasan An-nur Jakarta.
Jawaban pesertapun beragam. Namun, tak satupun jawaban yang cocok dengan jawaban.
Akhirnya penulis buku Segenggam Iman Anak Kita inipun melanjutkan pengantarnya, sekaligus menyampaikan jawaban.
“Waktu yang tepat untuk memberikan nasehat kepada anak itu kapan saja,” jelasnya di hadapan para peserta.
Acara “Seminar Islamic Parenting” yang berlangsung hari Sabtu (07/11/2015), ini dibagi dalam 2 sesi. Sesi I (08.00-11.30) mengusung tema: “Dengan Iman, Kita Siapkan Generasi Penjaga Peradaban”, sedangkan Sesi II (13.00-15.00) yang membahas “Kajian Pra Nikah”, mengusung tema: “Menuju Telaga Pernikahan dengan Bekal Ilmu dan Ketakwaan”.
Acara yang berlangsung di Jl. Mandor Hasan No. 45 Cipayung, Jaktim ini adalah hasil kerjasama STID Mohammad Natsir berkolaborasi dengan STID An-Nur. Acara dihadiri mayoritas para muslimah.
Mereka adalah binaan para Mahasiswi Sekolah Tinggi Ilmu Dakwah (STID) Mohammad Natsir dan Yayasan An-nur, Wali murid Sekolah Dasar (SD) Yayasan An-nur, serta para mahasiswi. Walau demikian, ada juga beberapa pria ikut hadir.
Fauzil menjelaskan, banyak sekali orangtua dan guru saat ini yang terpengaruh oleh sistem pendidikan yang melarang menggunakan kata “tidak” atau “jangan” kepada anak.
Begitu juga ketika menasehati, mereka berupaya agar terkesan tidak memerintah.
“Padahal, Al-Qur’an telah menerangkan, ketika Lukman Al-hakim melarang anaknya, Lukman mengatakan, ‘Yaa bunayya laa tusyrik billahi’ (wahai anakku, janganlah kamu menyekutukan Allah),” terang Fauzil. Begitu juga ketika memerintah.
“Bahkan kita ini diperintahkan oleh Allah Subhanahu Wata’ala untuk memerintahkan keluarga kita ‘wa’mur ahlaka bis sholah’ (perintahkanlah keluargamu untuk mendirikan shalat),” jelasnya.
Ia juga menerangkan, mendidik anak-anak, bukanlah sekedar memberikan pengetahuan bekal agama. Mengajarkan perkara iman kepada anak belumlah cukup, apalagi hanya aturan-aturan agama (seperti halal, haram, syubhat, dll.)
“Itu bukan berarti menyepelekan. Karena urutannya adalah, iman dulu, aqidah, adab, barulah yang lain-lain,” lanjut pria kelahiran Mojokerto ini.
“Kunci pertama untuk menjadi orangtua yang diperintahkan oleh Allah Subhanahu Wata’ala adalah ‘takut’, bukan percaya diri, bukan (kalimat) ‘Saya pasti bisa! Bukaaann…”, kata Fauzil menekankan.
Ia mengutip sebuah surat an-Nisa’: 9 yang maknanya, “Dan hendaklah orang-orang takut kepada Allah, bila seandainya mereka meninggalkan anak-anaknya, yang dalam keadaan lemah, yang mereka khawatirkan terhadap (kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu, hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan mengucapkan perkataan yang benar.”
Dalam sesi “Kajian Pra Nikah: Menuju Telaga Pernikahan dengan Bekal Iman dan Ketakwaaan” yang hanya dikhususkan oleh para mahasiswi sebagai calon ibu yang kelak akan menjadi pendidik atau da’iyah bagi anak-anak dan masyarakat, Fauzil mencontohkan dengan sistem pendidikan yang diterapkan oleh para ibu-ibu di Mauritania.
Bagaimana bisa anak-anak di Mauritania sudah bisa menghafal kitab-kitab sejak usia dini.
Menurutnya, hal itu bukan dikarenakan sarana-sarana pendidikan modern yang banyak kita kenal sekarang ini, melainkan karena para ibu di sana, telah menghafal (mempunyai) kitab-kitab (ilmu-ilmu) yang mereka ajarkan kepada anak-anaknya.
Menurutnya, mereka (para ibu di Mauritania) mempunyai ilmu yang matang dan keteguhan jiwa dalam mendidik anaknya.
Arif Abdurrahman Fadli, Mudir Ma’had STID Yayasan An-nur mengatakan, acara ini merupakan program perdana di yayasannya. Ia berharap akan menjadi agenda rutin.*/Fahruzzaman