Hidayatullah.com—Ketua Umum Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia, Ustadz Mohammad Siddik, memahami protes masyarakat terkait pernyataan Ustadz Muhammad Nur, pengasuh “Islam Itu Indah” yang ditayangkan Trans TV Senin (9/11/2015).
Menurutnya, beberapa hari ini mengaku mendapat pertanyaan dari para jamaah nya terkait pernyataan Ustad Nur Maulana.
‘’Ada yang bertanya lewat email, SMS, telepon, dan bertanay langsung baik lewat saya maupun pengurus Dewan Dakwah yang lain,’’ ungkap Siddik di kantornya di Gedung Menara Dakwah, Jakarta Pusat, Jumat (13/11/2015).
Siddik memakluminya, karena hal yang disampaikan Ustadz Maulana adalah topik penting dan sudah umum diketahui kaum muslimin (ma’lumun min ad-dien bi-dharurah). Dan soal kepemimpinan ini sedang sensitif karena menjelang pemilihan kepala daerah serentak.
Ketua Umum Dewan Dakwah mengatakan, Majelis Fatwa dan Pusat Kajian Dewan Dakwah sudah menerbitkan taushiyah politik jelang pemilihan presiden (pilpres) 2014.
Dalam taushiyah itu dipaparkan bahwa berdasarkan ayat-ayat Qur’an, Hadits-hadits Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wassallam, dan fatwa-fatwa ulama sudah jelas dan menjadi harga mati bahwa orang kafir tidak bisa jadi pemimpin.
‘’Pemimpin yang dimaksud adalah imam kubra dan imam shughra. Imam kubra meliputi; kepala negara, kepala daerah dan turunannya ke bawah sampai kepala rumah tangga,’’ terang Siddik didampingi anggota Majelis Fatwa dan Pusat Kajian Ustadz Syamsul Bahri Lc.
Mengenai konten ceramah Ustadz Maulana yang bermasalah tadi, Ketua Umum Dewan Dakwah mengemukakan beberapa kemungkinan;
Pertama: Zallatu’l-‘alim (زلة العالم), yakni ketergelinciran orang alim, yang bisa karena terpeleset lidah atau slip of tongue (hafwah lisan), keblinger (ghalthath), salah baca, salah ingat, dan lain-lain.
Namun, kata Siddik, jika melihat rekaman ceramah Ustadz Maulana itu kemungkinan slip of tongue sangat kecil. ‘’Karena hal ihwal yang ia bicarakan itu adalah soal umum yang orang awam pun kiranya sudah mengetahui,’’ tandasnya.
Ia menyesalkan, urusan kepemimpinan ummat yang menyangkut masalah siyasah syar’iyah disamakan dengan urusan membawa pesawat. Ini analogi yang terlalu bodoh untuk disampaikan seorang ustadz.
“Kita berdoa dan berharap, Ustadz Maulana tidak termasuk kategori ini, ma’adzallah,’’ kata Mohammad Siddik.
Ia menilai kemungkinan ada kepentingan tertentu (pesan sponsor). Misalnya, untuk menaikkan rating acara, atau ada agenda kampanye politik pihak tertentu, menyebarkan paham pluralisme dan liberalisme, atau membuat sensasi. Pepatah kuno Arab mengatakan Khalif tu’raf. (Berbuat nyeleneh-lah biar sohor).
Siddik juga berharap semoga Ustadz Maulana tidak termasuk dalam kategori ini.
Ketua Dewan Dakwah menyarankan agar Ustadz Maulana segera bertaubat, meralat ucapannya, dan minta maaf pada pemirsa secara terbuka.
‘’Jangan mengulangi lagi kesalahan serupa di masa mendatang,’’ ucap Mohammad Siddik.
Sebelumya, hari Senin (9/11/2015) Trans TV menayangkan ceramah Ustadz Nur Maulana yang mengatakan,”…kepemimpinan itu tidak berbicara masalah agama. Jadi kau mau naik pesawat kalau pilotnya agama lain? Jadi berbicara seperti ini jangan ada black campaign….”.
Tak lama pernyataan ini banyak protes dari masyarakat.*