Hidayatullah.com—Apakah mayat-mayat pelaku serangan Paris akan dikubur secara diam-diam, diserahkan kepada keluarga atau dikembalikan ke negara asal masih membingungkan para pejabat Prancis.
Menurut kepala dinas pemakaman kota Paris, Francois Michaud-Nerard, jika ditilik dari peraturan yang berlaku ada beberapa skenario.
“Keluarga bisa meminta jasadnya atau tidak. Jika keluarga meminta jasadnya, si mayat memiliki hak untuk dimakamkan di tempat tinggal mereka, atau di mana mereka mati, atau di mana keluarga memiliki lokasi pemakaman,” kata Michaud-Nerard seperti dikutip AFP Sabtu (5/12/2015).
Jika keluarga tidak mau menyelenggarakan pemakaman, maka pihak berwenang setempat yang mengurusnya. Dan Meskipun tidak ada keharusan untuk membuat makam tak dikenal, tapi jika untuk kepentingan bersama maka hal itu dapat dilakukan, kata Michaud-Nerard.
Para pejabat Prancis khawatir kuburan pelaku-pelaku serangan di Paris nantinya akan “dikeramatkan”, menjadi tempat ziarah.
Ada tujuh pelaku serangan Paris yang tewas pada 13 November, tetapi sejauh ini hanya empat yang sudah resmi diidentifikasi.
Satu dari tiga orang yang meledakkan diri di luar stadion nasional Stade de France, diidentifikasi sebagai Bilal Hadfi, 20, pria kelahiran Prancis yang tinggal di Belgia. Dua lainnya masih belum teridentifikasi resmi, meskipun mereka membawa paspor Suriah yang terdaftar masuk ke Yunani pada bulan Oktober dengan nama Ahmad Al-Mohammad dan Mohammad Al-Mahmod.
Tiga pelaku tewas dalam serangan atas tempat pertunjukan konser di Bataclan. Dua diidentifikasi sebagai Samy Amimour, 28, dan Omar Ismail Mostefai, 29. Keduanya warganegara Prancis. Orang ketiga belum teridentifikasi.
Seorang pelaku lain yang juga warganegara Prancis, tapi bermukim di Belgia, Brahim Abdeslam, 31, meledakkan dirinya di luar sebuah bar di Boulevard Voltaire.
Tiga orang tewas dalam serangan polisi di sebuah flat di kawasan Saint-Denis, pinggiran Paris. Satu tercatat sebagai warga Belgia benama Abdelhamid Abaaoud, 28, yang diduga sebagai pimpinan jaringan pelaku serangan Paris. Seorang lainnya diidentifikasi sebagai wanita keturunan Maroko kelahiran Prancis bernama Hasna Aitboulahcen, 26, yang merupakan sepupu Abaaoud. Orang ketiga, lelaki yang meledakkan diri saat dikepung polisi, belum teridentifikasi.
Ketika ditanyai oleh AFP, walikota Drancy, Courcouronnes dan Saint-Dennis, daerah tempat tinggal atau kelahiran tiga dari para pelaku serangan Paris, mengatakan bahwa mereka belum diberitahu perihal rencana penguburan mayat-mayat itu.
Alexandre Luc-Walton, pengacara keluarga Amimour, mengatakan kliennya “masih menunggu kabar dari lembaga forensik. Mereka belum diizinkan untuk menguburkannya.”
Kecuali para pelaku yang belum teridentifikasi atau warganegara Prancis yang tinggal di Belgia, mayat-mayat pelaku bisa saja dikuburkan di sebuah pemukiman Muslim di Paris. Misalnya, di kompleks pemakaman sebelah selatan Paris tempat dikuburkannya Amedy Coulibaly, pelaku serangan supermarket Yahudi Januari lalu.
Namun, menurut AFP, pengurus makam tersebut mengatakan mereka “belum menerima permintaan untuk menguburkan para teroris itu.”
Riva Kastoryano, penulis buku “Que Faire des Corps des Djihadistes?” (Mau diapakan mayat-mayat jihadis?), mengatakan bahwa pelaku-pelaku serangan sebelumnya “dimakamkan di Prancis, tempat di mana mereka tercatat sebagai warganegara, dan di mana para orangtua mereka tinggal.”
Jika ada negara lain terlibat, “semuanya tergantung pada hubungan kedua negara itu,” yang mana mereka saling tuduh “bertanggung jawab atas teradikalisasinya” para pelaku,” kata Kastoryano, pimpinan lembaga French National Centre for Scientific Research (CNRS).
Dalam kasus Mohammed Merah, penembak mati tiga pelajar Yahudi, seorang guru dan tiga tentara pada tahun 2012, baik kota Toulose tempat tinggalnya, maupun Aljazair negara asalnya, tidak ada yang mau menguburkan mayat pemuda itu.
“Walikota ingin menunda pemakamannya, tetapi meninggalkan jasadnya di kamar mayat justru menjadikannya sebagai sesuatu yang penting dan terus dibicarakan orang,” kenang Abdallah Zekri, seorang tokoh dari Masjid Raya Paris yang diminta ibu Merah untuk menyelenggarakan pemakaman putranya.
“Saya (kala itu) ingin dia segera dikuburkan sehingga orang berhenti membicarakannya,” kata Zekri.
Kekhawatiran bahwa makamnya akan menarik perhatian ekstrimis-ektrimis lain terbukti tidak memiliki dasar, imbuh Zekri.
“Tidak ada orang yang mendatangi makamnya,” kata pemuka Muslim Paris itu.*