Hidayatullah.com–Indonesia merupakan salah satu negara dengan penduduk mayoritas muslim yang jumlah tunanetranya terbanyak. Namun perhatian pemerintah terhadap sarana Al-Quran braille digital dianggap masih sangat minim.
Demikian disampaikan Syeikh Ali Jaber, pimpinan Yayasan Al-Quran Braille Digital Internasional kepada para wartawan selepas acara Wakaf 1000 Al-Quran Braille Digital di masjid Manarul Ilmi kampus ITS Surabaya, Ahad, (06/12/2015).
Syeikh Jaber mengatakan, sudah berbagai upaya ia lakukan seperti bertemu dengan pejabat negara, perusahaan dan pengusaha, termasuk mendatangi kementrian sosial. Namun, terangnya, belum satupun yang membuahkan hasil.
“Saya sudah sampaikan hajat ini, tapi bantuan dari pemerintah belum sama sekali, bahkan untuk masalah data saja itupun masih kesulitan,” jelasnya.
Syeikh Jaber mengaku, dirinya sudah ada pembicaraan dengan salah seorang penguasaha asal Timur Tengah yang ingin memberikan bantuan Al-Quran braille digital.
“Tapi syaratnya satu, dukungan presiden atau wakil presiden. Kalau mereka bersedia, beliau akan bersedia manyalurkan anggarannya,” katanya.
“Pemerintah tidak perlu mengeluarkan anggaran, cukup mendukung saja. Sayangnya itu belum terealisasi sampai saat ini,” tambah Syeikh Jaber.
Pengasuh program Damai Indonesiaku ini menjelaskan, Al-Quran braille digital dipilih ketimbang Al-Quran braille konvensional, karena selain praktis dan mudah dibawa, ia juga lebih membantu karena terdapat sistem suara.
Yang mana, lanjutnya, meskipun punya keterbatasan, disisi lain para tunanetra punya kelebihan. Yaitu pada daya ingat yang kuat, dan pendengaran yang tajam.
“Kalau kita yang normal mungkin butuh 2-3 kali, tapi kalau yang tunanetra dia bisa hanya dalam sekali langsung ingat bahkan hafal,” ujarnya.
“Itu lah yang membuat kami tergerak membagikan Al-Quran braille digital yang ada sistem suara,” pungkasnya.*