Hidayatullah.com– Pengamat Kontra Terorisme Harits Abu Ulya menilai bahwa, wacana akan diterbitkannya Perpu –sebagai jalan pintas sebelum merevisi Undang-Undang (UU) terorisme– masuk dalam prolegnas tidak menyentuh akar persoalan terorisme.
“Meminimalkan terorisme, pemerintah harus jujur dan obyektif, serta mau melakukan kajian secara holistik komprehensif terhadap akar lahirnya terorisme,” kata Harits dalam rilisnya kepada hidayatullah.com, Kamis (21/01/2016).
Menurut Harits, kerasnya UU atau regulasi tidak serta merta signifikan dengan hilangnya tindak pidana terorisme. Katanya, kalau mencontoh negara tetangga sebagai acuan konstruksi regulasi, ada yang perlu dicatat bahwa fenomena dan kultur keberagamaan muslim Indonesia berbeda dengan Malasyia dan Singapura.
“Di samping fariabel kondisi politik ekonomi dan tingkat pendidikan yang melingkupi juga berbeda,” imbuhnya.
Karena itu, menurutnya, pemerintah perlu menjauhkan kondisi Indonesia dari problem ekonomi kesejahteraan, problem tingkat pendidikan dan skill produktifitas masyarakatnya. Selain itu, pemerintah juga harus mampu menampilkan keadilan di bidang hukum untuk semua lapisan masyarakat tanpa terkecuali.
“Di luar itu, Indonesia sebagai negara non blok juga bisa bersikap tegas dan proporsional berkontribusi dalam rangka menegakkan global justice,” kata Harits.
Menurut Dirketur The Community of Ideological of Islamic Analisyst (CIIA), dalam konteks politik dan keamanan global, determinasi Barat telah memporak porandakan dunia Islam dengan standar gandanya. Secara pasti efek politik barat di dunia Islam akan meresonansi kesadaran politik masyarakat domestik di Indonesia.*