Hidayatullah.com- Pihak parlemen harus mendorong adanya evaluasi implementasi Undang-Undang (UU) terorisme selama 13 tahun berjalan hingga sekarang.
“Proses revisi tanpa adanya evaluasi adalah naif,” demikian disampaikan Dirketur The Community of Ideological of Islamic Analisyst (CIIA) Harits Abu Ulya menanggapi adanya wacana revisi terhadap UU Terorisme.
Pengamat Kontra Terorisme pun menyebutkan beberapa pertanyaan yang bisa didengar dari publik terkait dengan kasus terorisme di Indonesia.
“Bisa didengar dari publik berapa kasus ekstra judicial killing? Berapa kasus salah tangkap? Berapa kasus penyiksaan di luar batas kemanusiaan dalam proses penindakan ataupun penyidikan?”
“Sejauh mana soliditas koordinasi antar lembaga terkait? Sejauh mana ego sektoral antar lembaga terkait menjadi ganjalan hingga dalam kasus-kasus yang diklaim sebagai terorisme tidak kunjung tuntas semisal Santoso cs di Poso?” tanya Harits seperti dalam rilisnya kepada hidayatullah.com, Rabu (20/01/2016).
Harits menyebutkan bahwa dirinya tidak sepakat dengan terorisme, dan pelakunya harus di seret ke pengadilan. Tetapi, ia juga tidak mau rezim berubah menjadi sangat diktator dengan payung hukum yang memberi peluang legitimasi untuk melakukan perbuatan (diktator) tersebut.
Yuk bantu dakwah media BCA 1280720000 a.n. Yayasan Baitul Maal Hidayatullah (BMH). Kunjungi https://dakwah.media/
“Dalam sikon yang emosional tidak bijak untuk ambil keputusan tanpa melihat dampak lebih jauh ke depan tanpa prediksi yang akurat,” pungkas Harits.*