Hidayatullah.com–Strategi pemberantasan korupsi tidak akan berhasil tanpa dukungan aktif masyarakat. Betapapun luasnya otoritas komisi yang menangani korupsi, tidak akan efektif tanpa kontrol publik.
Hal itu mencuat dalam dialog antara delegasi Rumah Kepemimpinan (RK) Indonesia dengan Malaysia Anti Corruption Commission (MACC), Jumat (22/01/2016) di Malaysia.
“Tiap tahun kami menerima sekitar 9.000 pengaduan masyarakat, hanya sekitar 1.000 informasi yang benar-benar berkaitan dengan korupsi. Selebihnya ada isu rumah tangga, pelayanan publik yang buruk atau lainnya,” ungkap Karunanithy Y. Subbiah, Kepala Perhubungan Antarabangsa MACC.
Karunanithy menilai hal itu tanda kepercayaan publik kepada MACC, seakan-akan MACC dapat menyelesaikan banyak masalah. Indeks kepuasan dan kepercayaan masyarakat terhadap MACC memang lebih tinggi dibanding lembaga publik lainnya di Malaysia.
Hal serupa dialami Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Indonesia.
“Bahkan, di Indonesia masyarakat sampai turun ke jalan untuk mendukung penegakan hukum terhadap kasus korupsi. Disamping menggalang opini melalui media online dan social media,” ujar Bachtiar Firdaus, Direktur Eksekutif RK Indonesia.
Dalam muhibah ke negeri jiran, RK tak hanya berdialog dengan MACC, tapu juga bertemu dengan Majelis Belia Malaysia, Angkatan Belia Islam Malaysia dan Institut Wasatiyah Malaysia.
RK Indonesia berdiri sejak 2002, fokus membina mahasiswa dan generasi muda sebagai pemimpin masa depan. Selain menyelenggarakan pelatihan kepemimpinan, RK juga mendorong pendidikan publik, antara lain dalam isu antikorupsi. Kantor regional RK yang berada di tujuh provinsi memelopori terbentuknya Gerakan Anti Korupsi berbasis kampus.
RK berkolaborasi dengan KPK dalam menumbuhkan jiwa anti korupsi di kalangan anak dan remaja melalui kegiatan mendongeng dan permainan edukatif. Kegiatan dikemas dalam format Future Leaders on Anti Corruption (FLAC).
“Sebuah langkah cerdas untuk memotong generasi koruptor di masa depan. Jika orang bilang korupsi sudah membudaya, maka solusinya harus gerakan sosio-kultural terpadu,” sambut Sapto Waluyo, penulis buku “Islam & the Case of Corruption” yang diterbitkan MACC (2015).
Sapto menilai kelebihan KPK dari aspek penindakan, sehingga banyak kasus-kasus besar terbongkar. Namun, MACC unggul dari sisi pencegahan dan penyadaran publik, hingga mampu mengelola International Anti Corruption Academy (IACA).*