Hidayatullah.com– Selama ini paradigma masyarakat Indonesia terkait wakaf masih keliru, sehingga wakaf belum mampu memberikan dampak yang besar terhadap kebutuhan umat. Demikian disampaikan Ketua Divisi Pengelolaan dan Pemberdayaan Wakaf Badan Wakaf Indonesia (BWI), Jurist Robbyantono.
“Wakaf produktif bisa membiayai kebutuhan umat, dalam sejarah peradaban Islam sekolah dan pengobatan kesehatan itu gratis,” ujar Robby pada acara Seminar Wakaf di Hotel Balairung, Jakarta, Kamis (12/05/2016).
Seharusnya, menurut Robby, wakaf tidak hanya sebagai cost center tetapi justru kepada profit center yang mampu membiayai kebutuhan umat menjadi lebih baik.
“Wakaf harus profit oriented, harus untung sebesar-besarnya, dan mendistribusikan sebesarnya pula,” jelasnya.
Ia menyatakan, menurut data BWI, terdapat 4,1 miliar meter persegi atau 400 juta hektar tanah wakaf di Indonesia. Namun, hanya sebagian kecil saja yang sudah dimanfaatkan. Itupun, kata dia, 90 persen wakaf tersebut masih berupa kuburan, masjid maupun pesantren.
“Bukan tidak produktif, tapi kurang produktif karena dia cost center bukan profit center. Bangun masjid juga produktif, dapat pahala dan sebagainya, tapi kita lihat sisi yang lain yang lebih bisa memberdayakan,” tukasnya.
Robby mencontohkan salah satu wakaf produktif yang ia kelola. Ia bercerita pernah mendapati tanah wakaf seluas 5.000 meter persegi, dengan total nilai tanah sebesar Rp 300 miliar. Tapi dari tanah tersebut, sang nadzir (pengelola wakaf) hanya menghasilkan Rp 200 juta per tahun dari sewa kios, lahan parkir, dan sebuah sekolah.
“Itupun masih kotor. Setelah kita bantu konsep wakaf produktif, nadzir mendapatkan Rp 1,25 miliar per tahun, dan masih naik setiap tahun karena inflasi. Sekarang mendapat Rp 1,6 miliar delapan kali lipat dari sebelumnya. Nanti, ketika tower (rental office) yang kami bangun di atas tanah itu sudah jadi, maka nadzir akan mendapatkan Rp 6 miliar per bulan atau Rp 72 miliar per tahunnya,” paparnya.
Jumlah sebanyak itu, terang Robby, akan lebih bisa berdampak luas bagi kebutuhan umat. Seperti untuk membangun sekolah dan rumah sakit gratis.
“Yang juga tak kalah penting, seorang nadzir harus yang takut dengan Allah tapi juga profesional mengelola wakaf. Karena semua itu amanah,” tandasnya.*