Hidayatullah.com– Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) Patrialis Akbar menyatakan, kebebasan hak asasi manusia (HAM) di Indonesia dibatasi oleh nilai-nilai moral dan agama.
“Bahwa kebebasan HAM di negara kita memang ada pembatasan,” ujarnya dalam satu sesi persidangan di gedung MK, Jl Medan Merdeka Barat, Jakarta, Selasa, 20 Dzulqa’dah 1437 H (23/08/2016).
Patrialis menyampaikan itu usai mendengarkan keterangan tiga ahli pemohon dalam lanjutan Sidang Uji Materi (Judicial Review) Pasal 284, 285, dan 292 KUHP tentang perzinaan, perkosaan, dan perbuatan cabul sesama jenis.
Ia mengatakan, sudut pandang HAM di Indonesia agak berbeda dengan perspektif HAM pada Pernyataan Umum tentang HAM atau The Universal Declaration of Human Rights.
“Ada yang sama, ada yang beda,” ujar Patrialis.
Di antara yang beda, kata dia, pelaksanaan HAM di Indonesia masih dibatasi oleh nilai-nilai moral dan agama.
“Nilai agama inilah yang tidak dimiliki oleh (The Universal) Declaration of Human Rights,” ungkapnya.
“Negara ini (Indonesia) mengakui agama. Kita di negara ini masih menghormati agama termasuk lima agama ini (Islam, Protestan, Katolik, Hindu, Buddha, dan Kong Hu Cu. Red),” tambahnya.
Oleh karena itu, kata Patrialis, melihat suatu persoalan di negeri ini tidak boleh dari satu sudut pandang saja, HAM, misalnya. Bahkan, tegasnya, melihat dari sudut pandang HAM pun perlu diperdebatkan.
Misalnya, suatu perbuatan cabul, kata dia, apakah dibenarkan secara HAM atau tidak, bukan sebatas itu persoalannya. Tapi harus dilihat dari berbagai perspektif.
“Jadi memang harus komprehensif (melihat masalah),” ujarnya. [Baca juga: Uji Materi KUHP Pasal 284,285 dan 292 Penting Selamatkan Moral Bangsa]
Diatur Undang-undang
Pembatasan dalam pelaksanaan HAM, Patrialis menjelaskan, telah diatur dalam UUD 1945 Pasal 28J ayat 1 dan 2.
Pasal 28J ayat (1) berbunyi, “Setiap orang wajib menghormati hak asasi manusia orang lain dalam tertib kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.”
Sedangkan Pasal 28J ayat (2) berbunyi, “Dalam menjalankan hak dan kebebasannya, setiap orang wajib tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan dengan undang-undang dengan maksud semata-mata untuk menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain dan untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral, nilai-nilai agama, keamanan, dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat demokratis.”
Ketiga ahli pemohon dalam sidang lanjutan itu adalah Dr Asrorun Niam Sholeh (Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia/KPAI), Atip Latipulhayat SH, LLM, PhD (dosen Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran Bandung), dan Dr Hamid Chalid, SH, LLM (pakar hukum tata negara Universitas Indonesia).
Atip Latipulhayat menyampaikan pendapatnya dalam perspektif HAM. Ia mengatakan, HAM dalam pandangan universial tidak bisa dipaksakan atau dijalankan sepenuhnya di Indonesia.
“Saya mengapresiasi kepada para ahli yang memang ahli,” ujar Patrialis. [Baca juga: Ahli Nilai MK Layak Kabulkan Pemohon Uji Revisi KUHP Kesusilaan]*