Hidayatullah.com–Ketua Persatuan Islam Istri (Persistri), Titin Suhartini mengatakan, pasal kesusilaan yang diatur oleh KUHP, khususnya pada Pasal 284, 285, dan 292 merupakan pasal yang tidak layak disosialisasikan.
Hal itu disampaikan saat presentasi selaku pihak terkait tidak langsung dalam uji materil sidang perkara nomor 46/PUU-XIV/2016 di Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Kamis (08/09/2016) lalu.
“Masyarakat tidak mengira ada pasal-pasal yang sungguh bertentangan dengan persepsi dan nilai-nilai yang mereka anut sejak lama secara turun-temurun,” ujar Titin.
Padahal, manurut Titin, idealnya suatu undang-undang itu disosialisasikan agar masyarakat tahu hukum, walaupun berlaku teori fiksi hukum.
“Tapi pasal-pasal ini (pasal 284, 285 dan 292 KUHP) tidak layak disosialisasikan,” terangnya.
Ia menilai, pasal tersebut masih menganut nilai-nilai kolonialisme karena memang dibuat ketika zaman penjajahan Belanda. Yang mana, kata dia, tidak sesuai dengan nilai masyarakat Indonesia yang merdeka.
Titin menambahkan, adalah suatu kesalahan besar ketika hukum Indonesia terus mempertahankan pemberlakuan KUHP Belanda yang bertentangan UUD 1945 yang menjadi aturan dasar bernegara.
“Dan kita sudah melihat penerimaan tanpa syarat kita yang akhirnya menimbulkan berbagai masalah sosial dan kesehatan di masyarakat,” jelasnya.
Terlebih, sambung Titin, pihaknya juga tidak mengharapkan pasal-pasal yang diajukan dalam judicial review ini terus dipertahankan hanya karena dalil-dalil ketentuan internasional tentang hak asasi manusia yang bertentangan dengan nilai Ketuhanan yang Maha Esa.
“Padahal kita sudah memiliki rumusan sendiri tentang HAM,” tukasnya.
Ia mengungkapkan, bahwa beban negara tidaklah ringan dengan terus diberlakukannya pasal-pasal tersebut. Karena, menurutnya, akan terjadi kerusakan moral yang luar biasa dan hal itu sudah dialami saat ini.
Seperti data anak sekolah yang sudah tidak perawan lagi yang sudah sangat menakutkan, diikuti dengan tingkat aborsi yang tinggi karena kebebasan berzina tidak diikuti dengan tanggung jawab atas akibat perzinaan.
“Dan ini menjadi salah satu penyebab putusnya proses pendidikan formal yang sedang diikuti anak-anak tersebut. Akan sangat banyak perempuan yang hancur masa depannya akibat telah melakukan perzinaan yang berdampak pada kehamilan di luar pernikahan,” pungkas Titin.*