Hidayatullah.com–Pakar Linguistik Forensik Dr. Andika Dutha Bachari, M.Hum, ciri penting tuturan yang berdimensi tindakan penistaan terhadap agama dapat dilihat dalam berbagai dimensi, terutama dari aspek daya ilokusi tuturan tersebut. Sementara itu terkait tuturan Gubernur DKI Jakarta non aktif Basuki Tjahaya Purnama alis Ahok tentang Surat Al Maidah Ayat 51, menurut kajian Andika berdasarkan ciri formalnya tuturan pertama merupakan kalimat majemuk bertingkat yang memuat dua klausa.
“Klausa pertama adalah kalimat ‘Kan bisa saja dalam hati kecil bapak ibu enggak bisa pilih saya, ya kan’, sementara klausa kedua ‘dibohongin pakai surat Al Maidah 51 macem-macem gitu lho,” jelasnya di Kampus Universitas Pendidikan Indonesia (UPI), Selasa (15/11/2016).
Lebih lanjut ia menjelaskan dalam klausa kedua, pra-anggapan Ahok menunjukkan adanya orang yang secara eksistensial menggunakan Surat Al Maidah ayat 51 telah membohongi mitra tuturnya (masyarakat Kepulauan Seribu). Praanggapan tersebut merupakan bentuk kesesatan berpikir yang ditunjukkan Ahok dalam menilai tindakan yang dilakukan seorang muslim ketika mengingatkan saudara muslimnya untuk tidak memilih pemimpin nonmuslim sebagai tindakan membohongi. Padahal,sambungnya, bagi seorang muslim hal itu sebagai tindakan dakwah.
“Sementara bagi Ahok, tindakan tersebut malah dipandang sebagai perbuatan berbohong atau membohongi. Jelas dalam hal ini ada kategorisasi negatif yang dilakukan oleh Ahok terhadap aktivitas dakwah umat Islam,”imbuhnya Dosen Pendidikan Bahasa Indonesia UPI ini.
Ahli Linguistik Forensik: Ungkapan Ahok soal Al-Maidah:51 adalah Penistaan
Untuk itu berdasar kajiannya maka Andika menemukan dengan tegas bahwa tuturan Ahok di hadapan masyarakat Kepulauan Seribu tersebut menunjukkan adanya perbuatan menista terhadap agama atau umat Islam. Tuturan perbuatan menista agama tersebut yakni melakukan kategorisasi dan penyimpulan negatif atas apa yang dilakukan umat Islam.
“Bukti adanya perbuatan menista agama Islam bisa dikenai Pasal 156a KUHP. Meski pasal ini sangat elastis, namun jika ditafsirkan secara alternatif yakni adanya salah satu unsur permusuhan, penyalahgunaan atau penodaan agama maka unsur-unsur pidana sudah terpenuhi,”jelasnya.
Sementara adanya dugaan bahwa Ahok bukan hanya sekali saja berbicara mengenai Surat Al Maidah ayat 51, menurut Andika hal ini menunjukkan ada indikasi Ahok telah mengalami kesesatan berpikir (fallacy thinking) sehingga dapat membahayakan atau menyesatkan orang lain jika dilakukan terus menerus.
“Dia mempunyai praanggapan bahwa kegiatan orang Islam untuk tidak memilih pemimpin non muslim itu tidakan membohongi atau membodohi. Sementara bagi orang Islam tidak begitu. Lha apa hak dia menafsirkan itu. Untuk itu karena dianggap sesat dalam berpikir maka harus diluruskan, jika tidak bisa dengan lisan ya diluruskan dengan hukum,”pungkasnya.*