Hidayatullah.com– Pakar psikologi forensik, Reza Indragiri Amriel, turut mengomentari kasus aksi main hakim oleh massa (pembakaran) terhadap seorang warga yang diduga mencuri alat pengeras suara (amplifier) milik mushalla.
Reza mengatakan, kasus tersebut boleh jadi dampak ketika hukum sering dirasakan tidak hadir, atau hadir namun dipandang tidak membawa solusi.
“Atau membawa solusi namun tidak memenuhi prinsip equity (keadilan),” ujarnya kepada hidayatullah.com Jakarta, kemarin.
Dari situ, lanjutnya, masyarakat lantas menciptakan hukum dan menjadi aparat penegak hukum, namun dengan cara yang bertentangan dengan hukum itu sendiri.
Di sisi lain, tentu, menurutnya, juga harus disadari bahwa rasio jumlah polisi dan masyarakat yang harus dilayani belum proporsional.
Salah satu perspektif, menurut Reza, idealnya 1 polisi melayani 300-400-an orang.
“Tapi kalau situasi keamanan rawan dan ada problem pada relasi polisi-masyarakat, maka rasionya bisa diperkecil,” ujarnya.
Di sisi korban, Reza mengatakan, apapun status warga yang dibakar tersebut, faktanya dalam waktu dekat akan ada anak yatim yang lahir ke muka bumi.
UUD bilang, fakir miskin anak terlantar dipelihara oleh negara. Setiap anggota masyarakat, kata Reza, adalah bagian dari negara. Al-Qur’an dan Hadits Nabi juga memuat banyak ajaran tentang memuliakan anak yatim.
Baca: Mantan Ketua MK: Ketidakadilan Penegakan Hukum jadi Permasalahan Bangsa
UUD, al-Qur’an, maupun Hadits Nabi, lanjutnya, tidak mempersoalkan apakah si yatim adalah anak guru, anak tukang gado-gado, anak bandit, atau anak-anak lainnya. Pokoknya, anak yatim dhuafa.
“Nah, kembali ke para pengeroyok. Anggaplah mereka sangat peduli pada amplifier yang hilang dari masjid. Sekarang, akankah mereka juga peduli pada anak yang ‘kehilangan’ ayahnya?” ungkapnya bertanya.
“Semoga Allah Subhanahu Wata’ala muliakan anak (dari sang korban) itu,” pungkasnya mendoakan.
Selasa (01/08/2017) lalu, seorang warga yang diduga mencuri alat pengeras suara (amplifier) di Mushalla Al-Hidayah, Bekasi, Jawa Barat, dikeroyok warga dan dibakar hidup-hidup hingga tewas.*