Hidayatullah.com– Direktur Eksekutif Nasional Wahana Lingkungan Hidup (WALHI) Khalisah Wahid menilai, tidak berjalannya agenda reforma agraria dalam Nawacita yang menjadi visi pemerintahan Joko Widodo disebabkan oleh paradigma eksploitatif yang belum berubah.
Dimana, terangnya, pemerintah dan korporasi menempatkan sumber daya alam sebagai tulang punggung ekonomi.
Padahal, jelas Khalisah, bagaimanapun sumber daya alam bersifat terbatas. Dan pada praktiknya, seperti kajian lingkungan hidup strategis terhadap suatu pembangunan kawasan, seringkali hanya sekadar formalitas.
“Dan memang implementasinya bertentangan. Karena paradigmanya masih paradigma yang lama, tetap eksploitatif. Dan rezim pertumbuhan ekonomi,” ujarnya kepada hidayatullah.com di Jakarta, belum lama ini.
Baca: Ketimpangan Agraria, PP Muhammadiyah Sebut Pemodal Sudah Masuk ke Struktur Kekuasaan
Khalisah menyoroti istilah pertumbuhan, yang menurutnya selalu menjadi jargon pembangunan, sedangkan faktanya upaya pertumbuhan justru menimbulkan konflik, ketimpangan, dan kemiskinan.
“Kita sedang mengkritisi istilah pertumbuhan, karena justru tidak menjawab yang katanya menjadi tujuan pertumbuhan yakni pemerataan,” ungkapnya.
Ia menambahkan, selain tidak terimplementasi dengan baik, reforma agraria di tangan Jokowi condong pada ego sektoral demi kepentingan sektor dan pihak tertentu, seperti Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan perusahaan swasta.
Menurutnya, reforma agraria yang dijalankan hanya melakukan aktivitas sertifikasi dan cenderung diartikan sebagai kebijakan redistribusi lahan dan legalisasi aset dengan torehan angka teknis mencapai sembilan juta hektar.
“Dokumen yang sangat baik di Nawacita menjawab persoalan agraria tapi ketika turun di implementasinya justru banyak yang bertentangan,” tegasnya.*