Hidayatullah.com– Utusan Khusus Presiden untuk Dialog dan Kerjasama Antar Agama dan Peradaban (UKP-DKAAP), Prof Din Syamsuddin, menjadi pembicara pada Diskusi Meja Bundar di Oxford Centre for Islamic Studies, Universitas Oxford, Inggris, Senin (18/12/2017).
Dalam forum yang dihadiri sejumlah guru besar dan akademisi itu, Din Syamsuddin bicara tentang “The Middle Path: Islam and Pancasila for the World Civilization”, kurang lebih terkait ‘jalan tengah, Islam dan Pancasila untuk peradaban dunia’.
Dalam presentasinya, Din antara lain mengatakan, walaupun berbeda kategori, yakni Islam sebagai agama berdasarkan wahyu Tuhan dan Pancasila sebagai ideologi buatan manusia, namun keduanya menekankan prinsip “jalan tengah”. Hal itu terjadi adalah karena menurutnya Pancasila itu sendiri merupakan kristalisasi nilai-nilai Islam dalam lingkup kehidupan bernegara.
Menurut Din yang juga Guru Besar Pemikiran Politik Islam FISIP UIN Jakarta, sebagai agama wahyu terakhir, Islam membawa prinsip kesempurnaan wahyu, keseimbangan, dan kemaslahatan kemanusiaan. Prinsip “jalan tengah Islam” (wasathiyah), yang menjadikan umat Islam sebagai umat tengahan (ummatan wasathan), menekankan prinsip keseimbangan, moderasi, toleransi, dan anti ekstremitas.
Menurut Din, “Wawasan Jalan Tengah” ini sangat cocok buat peradaban dunia yang rusak dewasa ini lantaran terjebak ke dalam ekstremisme.
“Sistem dunia selama ini sangat berwajah antroposentristik, yakni menjadikan manusia sebagai pusat kesadaran, dan kurang berwajah teosentristik yaitu menjadikan Tuhan sebagai pusat kesadaran. Akibatnya, peradaban manusia sepi dari nilai-nilai etika dan moral, yang pada giliran berikutnya menciptakan berbagai bentuk ketiadaan damai, seperti kemiskinan, kebodohan, ketakadilan, kerusakan lingkungan hidup, dan berbagai bentuk kekerasan,” paparnya dalam rilisnya kepada hidayatullah.com, Rabu (20/12/2017).
Maka, menurut Din , “wawasan jalan tengah” dapat menjadi solusi. Perlu ada perubahan Sistem Dunia dan sistem-sistem turunannya ke arah yang berorientasi “jalan tengah”, yakni menekankan keseimbangan, keadilan, dan kemaslahatan kemanusiaan.
Dalam kaitan inilah, Din menawarkan “prinsip jalan tengah” itu untuk adanya tatanan dunia baru yang berkemajuan, berkeadilan, dan berkeadaban.
Ceramah Din mendapat sambutan positif dari beberapa peserta dengan adanya tanggapan, pertanyaan, dan pikiran yang melengkapinya.
Selama berada di Inggeris, Din menyempatkan diri untuk beraudiensi dengan Sekjen Persekutuan Gereja-gereja Anglican, Archbishop Josiah Atkins Idawu-Fearon di Keuskupan Cantenbury.
Selain itu, sehari sebelumnya, sempat mengisi Sarasehan Mahasiswa Indonesia tentang Politik Ekonomi dan Deglobalisasi, dan Silaturahmi dengan Masyarakat Indonesia di Inggris yang keduanya bertempat di KBRI London.*