Hidayatullah.com–Menteri Agama (Menag) Lukman Hakim Saifuddin mengatakan Lesbian, Gay, Biseksual, dan Transeksual (LGBT) tidak dapat diterima di bumi Indonesia.
“Sesuai Pancasila, utamanya Sila Pertama, Negara hanya mengakui pernikahan yang dilakukan menurut hukum agama sebagai dasar pembentukan keluarga, untuk itu, pemerintah berupaya memperkuat eksistensi lembaga perkawinan dan pelestarian nilai-nilai perkawinan sebagai hal yang suci dan terhormat, serta perlu ditingkatkan kualitas dan ketahanannya seiring dengan kemajuan masyarakat. Karenanya, maka isu kebebasan yang diusung oleh kalangan yang menamakan dirinya LGBT tidak dapat diterima dalam masyarakat Indonesia yang beragama,” terang Menag saat melantik dan mengukuhkan Pengurus Badan Penasihatan, Pembinaan dan Pelestarian Perkawain (BP 4) Pusat, Masa Bhakti 2014-2019 di Auditarium Kemenag Lapangan Banteng, Senin (12/10/2014) kemarin.
Meski demikian, kesempatan tersebut Menag menyatakan masyarakat tak perlu memusuhinya. [Baca juga: Negara Hanya Akui Pernikahan Berdasar Hukum Agama]
.
“Meski demikian, lanjut Menag, kita perlu memberi solusi atas problema penyimbangan perilaku yang timbul karena berbagai sebab tersebut. Kita tidak boleh memusuhi mereka yang mempunyai kelainan, kita harus merangkul mereka, tetapi bukan berarti, membenarkan sesuatu yang menyimpang dan menyalahi Sunnatullah,” tambahnya sebagaimana dikutip laman Kemenag.
Menag melihat, fenomena homoseksualitas tidak dapat diterima dalam hukum nasional yang bersendikan Ketuhanan Yang Maha Esa. Sebab, selain bertentangan dengan ajaran semua agama, hal itu juga dapat menghancurkan kemanusiaan.
“Kita wajib berupaya untuk mengatasi gejala yang semakin mengkhawatirkan tersebut. Kita juga tidak dapat membenarkan perkawinan beda agama, karena ajaran semua agama, tidak membenarkannya. Perkawinan adalah peristiwa sakral, prosesi ibadah, dan karena itu harus dilaksanakan sesuai ajaran agama,” tandas Menag.
Sebelumnya, Menag bercerita tentang sejarah singkat cikal bakal pendirian dan pembentukan BP 4 yang diprakarsai oleh (alm) HSM Nasaruddin Latif pada 1954, yang saat itu bernama Panitia Penasehat Perkawainan dan Penyelesaian Perceraian (P5). BP 4 sendiri secara resmi berdiri pada 1961, tepatnya pada 20 Oktober 1961, ditandai dengan pelantikan kepengurusan pertama BP 4 oleh Menag (saat itu) KH Wahib Wahab.*