Hidayatullah.com– Partai Keadilan Sejahtera (PKS) mengkritisi kebijakan pemerintah mengimpor beras memasuki tahun baru 2018 ini.
Ketua Bidang Ekonomi, Industri, Teknologi, Lingkungan Hidup (Ekuinteklh) DPP PKS, Memed Sosiawan, menyatakan, pemerintah harus mencari solusi yang lebih baik selain Impor.
Kebijakan impor beras dinilai merupakan pukulan berat bagi petani karena menekan harga psikologi ekonomi beras petani.
“Kebijakan impor hanya menunjukkan ketidakmampuan Pemerintah dalam mengelola beras nasional, dimana pada saat produksi tinggi harga beras justru naik. Perlu ada evaluasi terhadap pejabat terkait baik di level kebijakan maupun teknis,” ujar Memed Jakarta, Jumat (12/01/2018).
Baca: Soal Beras, Anggota DPR Kritik Argumen Pemerintah Tidak Masuk Akal
Hal itu merupakan salah satu solusi yang ditawarkan PKS kepada pemerintah dalam menekan harga beras yang sedang naik saat ini.
Pemerintah dinilai perlu segera mengambil langkah antisipatif dan solutif melihat kenaikan harga beras dalam beberapa waktu terakhir.
Menurut Memed, selain soal impor beras, setidaknya ada lima langkah lainnya yang mesti diambil pemerintah dalam persoalan ini.
Pertama, Pemerintah perlu meninjau kembali Permendag No.51/2017 dan Permentan No. 31/2017. Kebijakan penetapan Harga Eceran Tertinggi (HET) untuk jenis beras Medium dan Premium telah berdampak terhadap ketersediaan beras jenis Medium dan Premium.
Ia menerangkan, dengan margin harga HET yang lebar antara jenis Premium dan Medium, para pedagang lebih cenderung beralih ke jenis Premium.
“Faktor ini yang diduga sebagai pemicu kenaikan harga beras jenis Medium. Kondisi ini memperlihatkan Pemerintah gagal dalam mengendalikan harga beras pada saat pasokan beras mencukupi,” papar Memed.
Selanjutnya, papar Memed, pemerintah perlu mengatur kembali kebijakan HET yang ternyata tidak mampu meredam kenaikan harga sehingga menimbulkan inflasi.
“Kebijakan pengaturan HET sebaiknya hanya pada level beras jenis Medium, sedangkan jenis Premium dilepas sesuai dengan mekanisme pasar,” ungkap dia.
Ketiga, PKS juga mendesak adanya perbaikan tata niaga beras sehingga bisa lebih menyederhanakan rantai pasok yang masih terlalu panjang di pasar. Kondisi tersebut masih membuka peluang dan kesempatan para tengkulak untuk bermain di Pasar.
“Keberadaan Satgas Pangan yang sudah dibentuk Pemerintah belum efektif untuk mengawal harga,” ujar dia.
Keempat, peran Bulog sebagai lembaga penyangga pangan nasional perlu kembali diperkuat. Hal ini, ungkap dia, bisa memperkuat kembali fungsi kontrol Pemerintah terhadap pasokan beras dan stabilitas harga di pasar.
“Kemudian, pemerintah hendaknya memfasilitasi penguatan kelembagaan ekonomi petani sehingga mampu bermitra langsung dengan Bulog dan atau penggilingan padi,” terangnya.
Panen dan Surplus
Diketahui, Pemerintah mengambil kebijakan mengimpor beras sebanyak 500 ribu ton. Impor beras khusus ini disebut untuk mengisi kekurangan stok. Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman mengklaim, impor beras tersebut merupakan bentuk cinta pemerintah pada masyarakat.
Langkah tersebut juga katanya diharapkan dapat menekan harga beras yang saat ini sedang melonjak tinggi. Menurut Menteri Perdagangan, Enggartiasto Lukita, Jumat (12/01/2018), keputusan impor setelah melewati rangkaian operasi pasar hingga pembahasan dengan berbagai pihak.
Kebijakan impor beras tersebut mendapat penolakan termasuk dari kalangan petani. Sebab, Februari mendatang sejumlah daerah sudah akan mulai panen.
Sementara itu, sebelumnya pemerintah mengklaim jika produksi beras di Indonesia sudah surplus.
Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Kementerian Pertanian, Muhammad Syakir, mengatakan, produksi beras pada 2017 pada tataran nasional surplus berkat Upaya Khusus atai Upsus.
“Produksi gabah kering giling nasional sekitar enam juta ton, setara dengan beras tiga juta ton, padahal kebutuhannya 2,6 juta ton, sehingga kita surplus,” ujar Syakir saat hadiri panen raya padi di Bulak Samben Desa Argomulyo, Sedayu, Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta, Senin (08/01/2018) kutip Antaranews.*