Hidayatullah.com– Menurut Sosiolog Prof Musni Umar, tidak dibenarkan perilaku kekerasan terhadap komunitas Ahmadiyah.
Hal itu disampaikannya saat menjadi ahli dalam sidang lanjutan gugatan Pengujian UU Nomor 1/PNPS/1965 terkait kasus Ahmadiyah dengan nomor perkara 56/PUU-XV/2017 yang diajukan oleh Komunitas Ahmadiyah.
“Kekerasan terhadap komunitas Ahmadiyah harus diakhiri karena tidak sesuai dengan ajaran agama yang mengajarkan kasih sayang dan harmonis,” ujarnya di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Kamis (08/02/2018).
Namun, terangnya, untuk menghindari itu, bukan hanya umat Islam yang diminta untuk tidak melakukan kekerasan.
Tetapi kelompok Ahmadiyah harus menghentikan kesesatan teologis yang mengakui dan mengajarkan bahwa Mirza Ghulam Ahmad adalah nabi dan rasul sesudah Muhammad Shalallahu ‘Aliahi Wassalam serta menjadikan Tadzkirah sebagai kitab suci setelah al-Qur’an.
“Kedua hal itu menjadi penyebab utama terjadinya kekerasan terhadap komunitas Ahmadiyah karena mereka dinilai telah mengobok-obok dan menista ajaran agama Islam,” paparnya.
Selain itu, sambung Musni, komunitas Ahmadiyah juga harus segera mengakhiri hidup eksklusif, tertutup, dan menyendiri dalam praktik kehidupan beragama dan bermasyarakat.
“Karena itu juga bisa dikatakan sebagai sesat sosiologis, adalah salah karena bertentangan dengan kodrat manusia,” tandasnya.
Prof Musni Umar dihadirkan sebagai ahli dari pihak terkait yakni Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia (DDII).
UU yang digugat itu tentang Pencegahan Penyalahgunaan dan/atau Penodaan Agama (UU P3A) juncto UU Nomor 5 Tahun 1969 tentang Pernyataan Berbagai Penetapan Presiden dan Peraturan Presiden sebagai Undang-Undang (Pasal 1, Pasal 2, dan Pasal3).*