Hidayatullah.com– Pemerintah melalui Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita memastikan impor beras jilid II sebesar 500 ribu ton telah direalisasikan secara bertahap dan dipastikan masuk ke Indonesia.
Sementara itu, Anggota MPR RI Ahmad Junaidi Auly, sangat menyayangkan masuknya beras impor saat petani tengah menyambut panen raya di berbagai daerah di Indonesia. Hal ini kata dia tidak mencerminkan bahkan bertentangan dengan nilai-nilai keadilan sosial yang terkandung dalam Pancasila.
“Kebijakan pemerintah terkait impor beras jilid II ini sangat menyakitkan hati para petani kita. Bagaimana tidak, petani sedang panen raya lalu pemerintah malah impor beras, semangat ber-Pancasila-nya patut dipertanyakan karena ini tidak menguntungkan petani kita,” ungkap Junaidi dalam agenda Sosialisasi Empat Pilar Kebangsaaan di Labuhan Maringgai, Lampung Timur (03/06/2018), sebagaimana siaran persnya kepada hidayatullah.com, Senin (03/06/2018).
Seperti diketahui, pemerintah melalui Kemendag telah mengeluarkan izin impor beras jilid II ini sebanyak 500 ribu ton dari total 1 juta ton yang sebagiannya telah tiba Januari lalu.
Padahal, data pangan Kementerian Pertanian menunjukkan bahwa kebutuhan beras dari Mei-Juni 2018 adalah 5,3 juta ton, sedangkan produksi dalam negeri 8,1 juta ton, sehingga masih terjadi surplus beras sebanyak 2,8 juta ton.
“Pemerintah harusnya tunjukkan keberpihakannya ke petani kita dengan tidak gampang mengeluarkan izin impor beras, kalau beras impor masuk ini akan berdampak pada harga beras lokal yang bisa merugikan petani kita,” ujar Anggota MPR/DPR yang biasa disapa bang Jun ini.
Selain itu, Junaidi mempertanyakan komunikasi dan koordinasi antar kementerian dan lembaga pada pemerintahan saat ini.
“Ketidaksamaan sikap lembaga pemerintah dalam mengambil kebijakan dalam kasus impor beras ini menunjukkan komunikasi pemerintahan yang bobrok, Kementan dan Bulog menolak impor, tetapi Kemendag sangat getol menyatakan kita harus impor, ini contoh komunikasi yang buruk dan pemerintah harus mengakui dan segera memperbaikinya,” kata Bang Jun.
Ke depan, lanjut Junaidi, pemerintah harus mensinergikan data-data terkait kebutuhan, produksi pangan, dan data lainnya agar setiap kebijakan yang diambil pemerintah bisa lebih sesuai dengan kondisi riil saat ini.
“Jangan seperti sekarang, tiap lembaga punya data sendiri yang berbeda-beda terhadap objek yang sama, pemerintah harus memiliki data tunggal yang kredibel, dan terbuka untuk publik,” ujar Bang Jun.
Ia menegaskan, dalam momentum hari lahir Pancasila 1 Juni kemarin, tidak hanya masyarakat, pemerintah harus menerapkan nilai-nilai empat pilar dalam setiap tindak tanduknya dalam mensejahterahkan rakyat Indonesia.
“Rakyat kita semakin hari semakin susah karena kebijakan-kebijakan pemerintah yang tidak pro terhadap rakyat kecil dan tidak berlandaskan nilai-nilai Pancasila khususnya sila keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia,” pungkas Junaidi yang juga Alumni Pascasarjana Universitas Lampung ini.
Sedangkan, Mendag Enggar mengklaim tidak ada masalah apapun dari kementerian lain atau lembaga terkait soal impor beras jilid dua ini. Badan Urusan Logistik (Bulog) pun selaku penyelenggara klaimnya telah setuju dengan impor beras tersebut.
“Ya pada waktu itu di Rakor Menko dengan Pak Mentan, Pak Dirut Bulog semua sudah setuju, lah kan yang menyelenggarakan juga Bulog,” ujarnya di Gedung Ombudsman, Jakarta Selatan, Senin (04/05/2018) kutip CNN Indonesia.
Hal yang berbeda justru diungkapkan oleh Direktur Utama Perum Bulog Budi Waseso (Buwas) beberapa waktu lalu. Ia mengatakan, Surat Persetujuan Impor (SPI) yang diterbitkan Kemendag sampai saat ini belum dimanfaatkan olehnya. Menurut dia, gudang Bulog akan sesak jika impor beras tetap dilakukan.
“SPI terbit bukan berarti harus dilaksanakan dong. Nanti ditaruh dimana? Gudang saya sudah penuh. Kalau saya bilang, sudah ada perintah untuk impor, tapi kalau saya bilang belum perlu, ya tidak dipakai. Buat apa? Itu, kan, boleh dilaksanakan, boleh tidak,” jelas Buwas di Kompleks Istana Kepresidenan pada Rabu (30/05/2018) lalu.*