Hidayatullah.com– Peneliti Amnesty Internasional Indonesia untuk isu Papua, Papang Hidayat, menilai penembakan 31 orang di Kabupaten Nduga, Papua, sebagai human right abuse. Dimana ada perampasan hak asasi yang pelakunya bukan negara.
Meski pelakunya bukan negara, tapi kata Papang, pelakunya tetap harus dihukum. Keluarga korban juga harus diberikan kompensasi atau reparasi. Baik bentuknya material, maupun imaterial.
“Kalau kasus Nduga, saya kira tidak ada hambatan politis buat polisi untuk melakukan proses penegakan hukum. Tapi begitu kasus (penembakan) Paniai kesannya entah dia tidak mau atau tidak mampu,” ujarnya usai diskusi publik kasus penembakan paniai di kantor Amnesty, Jakarta pada Jumat (07/11/2018).
Sedikit cerita tentang kasus penembakan di Kabupaten Paniai, Papua.
Kasus ini, tutur Amnesty, terjadi pada 8 Desember 2014. Polisi dan tentara menembak kerumunan warga yang sedang menyuarakan protes secara damai atas kasus penganiayaan anak. Penembakan ini menewaskan empat pemuda Papua yang semuanya pelajar.
Kembali ke kasus Nduga. Menurut Papang, kasus ini bagian dari kekerasan yang masih terus berlanjut di Papua.
Yuk bantu dakwah media BCA 1280720000 a.n. Yayasan Baitul Maal Hidayatullah (BMH). Kunjungi https://dakwah.media/
Aparat, kata dia, harus membuka secara terang kasus ini dan segera menangkap pelakunya.
“Cuma memang ada pertanyaan,” kata Papang mengkritisi. “Kalau dia (aparat) sangat serius memburu kelompok-kelompok bersenjata pro kemerdekaan, kenapa keseriusan itu enggak dilakukan untuk menuntaskan kasus Paniai?”* Andi