Hidayatullah.com– Pengamat politik dari Universitas Negeri Jakarta (UNJ) Ubedilah Badrun menyayangkan keputusan Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang memberikan kisi-kisi materi debat. Tindakan KPU ini tidak akan menghasilkan calon presiden yang otentik.
Dia juga memprediksikan debat capres-cawapres nanti tidak ada greget sama sekali karena bocornya tema.
“Jadi debat nanti sifatnya lebih direkayasa dan tidak akan menghasikan capres yang otentik,” kata Ubedilah di Jakarta, Kamis kemarin kutip Indonesiainside.id, Jumat (11/01/2019).
Dia juga menyoroti kemampuan dua capres yang dinilainya sama-sama minim data. Visi misi yang dipaparkan tidak dilengkapi banyak data. Padahal masyarakat butuh data dan bukan sekadar omongan.
Baca: KAMMI: Debat Capres BEM Saja Tak Diberi Tahu Pertanyaannya
Aktivis 98 ini merasa lucu dengan alasan KPU yang tidak ingin mempermalukan capres cawapres dalam debat. Sebab, faktanya KPU justru mendorong para calon untuk menghafalkan materi dan jawaban yang sudah disiapkan tim sukses.
“Gunanya debat untuk menilai kemampuan capres cawapres. Apakah mampu menyelesaikan masalah. Ini bisa diketahui lewat jawaban spontan dan bukan yang disiapkan tim sukses,” tuturnya.
Ubedilah berharap moderator nanti bisa memancing para capres untuk menunjukkan spontanitasnya agar debat tidak landai.
Debat Pilpres 2019 akan diikuti oleh dua pasang calon presiden dan wakil presiden yakni Joko Widodo – Ma’ruf Amin dan Prabowo Subianto – Sandiaga Uno.
Baca: KPU Bocorkan Pertanyaan Debat Pilpres, Dikritik “Masa Kalah dari Cerdas Cermat”
Hajatan itu diadakan di Hotel Bidakara, Jakarta, 17 Januari 2019, digelar dalam waktu 90 menit mulai pukul 20.00 WIB.
Untuk moderator akan dipandu oleh mantan penyiar Ira Koesno dan Imam Priyono yang akan memandu tema hukum, HAM, korupsi, dan terorisme.
Sementara panelis debat capres ini terdiri dari beberapa kalangan, antara lain mantan Ketua Mahkamah Agung Bagir Manan, guru besar hukum internasional Universitas Indonesia Hikmahanto Juwana, Ketua KPK Agus Rahardjo, Ketua Komnas HAM Ahmad Damanik, pakar hukum tata negara LIPI Bivitri Susanti, juga pakar hukum tata negara Margarito Kamis.*