Hidayatullah.com– Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) melakukan revisi buku Sekolah Dasar (SD) siswa kelas V SD/MI yang memuat ormas Nahdlatul Ulama (NU) sebagai organisasi radikal pada era penjajahan.
Sebelumnya, NU melakukan protes atas penyebutan organisasi radikal di buku ajar tersebut.
Lembaga Pendidikan Ma’arif Pengurus Besar Nadlatul Ulama (LP Ma’arif PBNU) mendatangi Kantor Kemdikbud, Rabu (06/02/2019). LPBNU protes terkait buku pelajaran sekolah dasar yang mencantumkan NU sebagai salah satu ormas radikal.
Pemerintah melalui Kepala Balitbang Kemdikbud Totok Suprayitno menyatakan, pada intinya pihaknya selalu terbuka.
“Ini hal biasa, proses pembelajaran di dalam penulisan buku dengan melibatkan masyarakat luas, yaitu para pembaca. Alhamdulillah organisasi besar seperti NU ini peduli dengan isi buku. Ini perlu diapresiasi,” ujarnya Kamis (07/02/2019).
Ketua LP Ma’arif PBNU Arifin Djunaidi mengatakan, rapat LP Ma’arif NU PBNU dengan jajaran Kemdikbud, Rabu, membahas protes keras buku ajar yang mencatumkan NU termasuk organisasi radikal.
Baginya, penyebutan NU sebagai organisasi radikal sangat berbahaya. Karena berpotensi menimbulkan disintegrasi bangsa. Padahal seharusnya buku pelajaran sejarah memacu rasa nasionalisme.
Dalam pertemuan dengan Kemdikbud, LP Ma’arif PBNU menuntut Kemdikbud menarik buku ajar tersebut dari peredaran dan menghentikan pencetakan buku itu untuk murid maupun guru. Meminta buku itu direvisi dengan melibatkan LP Ma’arif PBNU dan meminta pemerintah melakukan mitigasi untuk mencegah penulisan buku yang tidak sesuai fakta dan mendiskreditkan NU dengan melibatkan LP Ma’arif PBNU.
“Alhamdulillah semua tuntutan LP Ma’arif NU dipenuhi,” kata Arifin.
Pertemuan pengurus LP Ma’arif PBNU dan pejabat Kemdikbud juga dihadiri oleh Wakil Sekretaris Jenderal PBNU Masduki Baedowi dan Sekretaris Jenderal Kemdikbud Didik Suhardi.
Pimpinan Pusat Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama (IPNU) melihat, penyebaran buku tersebut dapat berpotensi menanamkan pandangan negatif terhadap NU sebagai organisasi yang konsisten dalam menjunjung moderatisme.
“Pemberian label radikal pada gerakan NU di buku SD/MI dikhawartirkan akan memunculkan ambiguitas dan ketidakpercayaan pelajar kepada NU,” kata Aswandi, Ketua Umum IPNU, Rabu (06/02/2019).
Oleh karena itu, IPNU meminta Kemdikbud menarik persebaran buku tersebut karena potensi negatif yang bisa muncul. Sebab, menurutnya, istilah radikal ini menimbulkan banyak interpretasi. Makna kata radikal, kata Aswandi, mulai bergeser semenjak terorisme sebagai bentuk radikalisme menjadi peyoratif (merendahkan). Padahal, lanjutnya, kata tersebut mulanya bersifat positif.
Aswandi menjelaskan bahwa arti radikal pada Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) setidaknya punya tiga arti, yakni secara mendasar, amat keras menuntut perubahan, dan maju dalam berpikir dan bertindak.
IPNU juga meminta agar Kemdikbud dapat mengkaji atau menguji lebih dulu isi buku tersebut. Hal itu agar tidak menimbulkan kesalahpahaman bagi siswa.
Sesuai dengan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 8 Tahun 2016, bagian isi pada buku teks pelajaran wajib memenuhi aspek materi, aspek kebahasaan, aspek penyajian materi, dan aspek kegrafikan.
Masyarakat diharapkan dapat melaporkan dan memberikan kritik, komentar, serta masukan terhadap buku yang digunakan oleh Satuan Pendidikan.
“Buku yang sudah rilis dimungkinkan adanya kekurang tepatan. Untuk itu, keterlibatan masyarakat atau para pembaca itu sangat diperlukan untuk memberikan masukan,” ungkap Totok.
Wakil Sekretaris Jenderal (Wasekjen) PBNU Masduki Baidlowi, mengungkapkan, tujuan pertemuan NU dengan Kemdikbud adalah untuk melakukan klarifikasi agar tidak terjadi kesalahpahaman yang berlarut di masyarakat.
“Kemudian bagaimana agar buku itu segera ditarik, baik ebook maupun cetak, dan segera direvisi. Kami dari PBNU siap apabila diundang untuk urun rembug dalam penulisan revisinya,” kata Baidlowi.
Arifin mengapresiasi kecepatan Kemdikbud dalam merespons masukan masyarakat terkait isi di dalam buku pelajaran tematik terpadu kurikulum 2013 tema 7 untuk kelas V SD/MI berjudul “Peristiwa dalam Kehidupan” yang diterbitkan pada tahun 2017.
“Sebab kalau ini tidak cepat-cepat direspons, nanti ini bisa melebar ke mana-mana. Kami apresiasi Pak Menteri dengan jajarannya yang sudah cepat dalam merespons masalah ini. Mudah-mudahan ke depan tidak ada lagi yang seperti ini,” katanya.
Kemdikbud segera menghentikan peredaran buku pelajaran tematik terpadu kurikulum 2013 tema tujuh berjudul Peristiwa dalam Kehidupan. Kemudian segera melakukan revisi dengan melibatkan para pakar yang relevan di dalam prosesnya.* (INI/NUO)