Hidayatullah.com– Dalam upaya pencarian dan penyelamatan, tim SAR gabungan menemukan sejumlah jenazah korban banjir bandang Papua yang sudak tidak dikenali lagi.
Setidaknya ada dua jenazah yang ditemukan dalam kondisi tak dikenali lagi, satu laki-laki dan satu perempuan.
Dankorlap TASK Hidayatullah Peduli Papua Ahmad Hamim yang turut dalam pencarian bersama tim SAR gabungan, mengatakan, pencarian itu dilakukan pada Rabu (20/03/2019).
Setelah mengikuti apel bersama para relawan/SAR gabungan di posko induk Kantor Bupati Jayapura, Papua, pada pukul 08.00 WIT, tim melakukan pencarian ke sejumlah titik.
Baca: Tanggap Darurat Banjir Papua 16-29 Maret, 2.317 Personil Diterjunkan
Regu 1 TASK bergerak di Kampung Kemiri, Sentani, Kabupaten Jayapura. “(Di sini) ditemukan 1 jenazah, laki-laki (tidak dikenali),” ujar Hamim kepada hidayatullah.com, Kamis (21/03/2019).
Sedangkan regu 2 bergerak di kawasan Perumahan Taruna. “(Di sini) ditemukan 1 jenazah, perempuan (tidak dikenali),” ujarnya.
Untuk regu 3 di Perumahan Gajahmada, menemukan 2 jenazah.
Korban ditemukan dalam keadaan tubuhnya sudah membusuk sebagian, tertimbun tanah dan material yang terbawa saat banjir bandang.
Selain melakukan operasi SAR, TASK Hidayatullah melakukan asesmen ke daerah-daerah yang terdampak bencana dan titik pengungsian. Antara lain mengunjungi warga di Pulau Danau Sentani. Di sini, masih berdasarkan laporan Hamim, terdapat 57 kepala keluarga (KK) yang mengungsi termasuk 15 ibu menyusui. Di daerah sebanyak 18 rumah mengalami rusak parah.
Sedangkan di Masjid Doyo Baru, terdapat 40 KK dan 10 orang ibu menyusui.
TASK Hidayatullah juga membagikan makanan siap saji sebanyak 200 bungkus di sepanjang jalan Pasar Lama.
Adapun puluhan personil TASK yang diterjunkan terdiri SAR Hidayatullah, BMH Papua, santri dan pengasuh, serta relawan Al-Birr dari Jakarta, sebut Hamim.
Ia juga menyampaikan kondisi di lapangan masih darurat. Baik pengungsi maupun relawan juga masih memerlukan kebutuhan mendesak.
“Dana operasional, untuk sementara dana di backup BMH perwakilan Papua dan dana pribadi relawan (sangat terbatas),” sebut Hamim, pria asal Solo, Jawa Tengah, yang sudah makan asam garam sebagai relawan ke berbagai lokasi bencana ini.*