Hidayatullah.com– Ketua Umum Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI), Prof Jimly Asshiddiqie menyebutkan beberapa teladan M Natsir yang patut diteladani politikus saat ini.
Antara lain integritas dan keikhlasan M Natsir bekerja untuk bangsa dan negara. Yang sangat penting, kata Jimly, M Natsir menggagas mosi integral sehingga adanya NKRI.
“Isu NKRI ini selalu dipertentangkan dengan umat Islam. Pancasila dan Islam terus menerus (dipertentangkan). (Maka) saya rasa baik buat kita untuk mengingatkan seluruh anak bangsa bahwa Pak Natsir, tokoh Masyumi yang lama sekali distigmatisasi, dihadap-hadapkan dengan Pancasila, justru dia ini motor penggerak untuk kita kembali ke NKRI,” terang mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) yang dulu pernah berinteraksi dengan M Natsir ini saat ditanya hidayatullah.com.
Hal itu ia sampaikan usai menjadi pembicara Sarasehan “Peran Umat Islam dalam Mempelopori, Mendirikan, Mengawal, dan Membela NKRI” di kantor MUI Pusat, Jakarta, pada Senin (01/04/2019).
Kembali ke NKRI ini, menurut Jimly, sama kelasnya dengan kembali ke UUD 1945. Sehingga, kata dia, tanggal 3 April pantas untuk diperingati.
“Sama penting dengan peristiwa-peristiwa sejarah yang sudah kita tetapkan resmi sebagai hari nasional,” katanya. “Nah (3 April kembali ke NKRI) ini juga harus hari nasional.”
Baca: Peringati Mosi Integral M Natsir, Jimly Usul “Hari NKRI”
Mantan Sekretaris M Natsir, Lukman Hakiem menambahkan, politikus zaman sekarang patut meneladani kejujuran dan kesederhanaan tokoh Masyumi itu.
Ketika jadi Perdana Menteri dan harus pindah ke rumah dinas, tutur Lukman, M Natsir datang ke rumah itu hanya dengan satu koper. Dan ketika berhenti jadi Perdana Menteri, M Natsir keluar dari rumah dinas itu juga dengan membawa satu koper.
“Gak bawa yang lain-lain,” tuturnya.
“Mobil dinasnya langsung diserahkan. Padahal masih ada waktu untuk pemilihan Perdana Menteri baru. Tapi Pak Natsir mengatakan, ‘Saya sudah selesai’. Lalu ditinggalkan semuanya. Ditinggalkan tuh mobil di kantor. Lalu beliau pulang numpang sepeda supirnya.”
Teladan M Natsir lainnya, kata Lukman menambahkan, beliau bisa berbeda pendapat tajam dengan siapapun, namun tidak pernah bermusuhan.
“Misalnya, Masyumi dengan PKI itu secara ideologis (berlawanan) keras. Di forum-forum, Pak Natsir berdebat dengan Aidit itu keras. Tapi begitu keluar ruangan, biasa (mereka) ngopi bareng. Karena yang diperdebatkan itu urusan negara, bukan urusan pribadi,” tutur mantan sekretaris M Natsir ini.
M Natsir, kata Lukman, juga tidak korupsi. Ia menegaskan, tidak ada tokoh-tokoh Masyumi yang tercatat sebagai koruptor. Sehingga nama Islam di partai betul-betul dijaga dengan baik.
“Pak Prawoto, Ketua Masyumi terakhir punya pendapat, ‘Jangan sampai nama Islam di papan nama partai itu cuma jadi kembang bibir saja’. Itu merugikan,” kata Lukman.* Andi