Hidayatullah.com– Para buruh dan mahasiswa menolak Revisi Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (RUU Ketenagakerjaan). Aksi penolakan terhadap RUU Ketenagakerjaan bergelombang dilakukan para buruh di berbagai daerah se-Indonesia belakangan ini.
Pada Senin (26/08/2019), Aliansi Buruh Aceh (ABA) yang terdiri dari buruh dan mahasiswa menggelar aksi perjuangan bersama serikat pekerja/serikat buruh dan elemen masyarakat sipil, menolak RUU Ketenagakerjaan.
Dalam aksi di Aceh tersebut, massa menyuarakan aspirasinya, menolak RUU Ketenagakerjaan yang dinilai sebagai bentuk pengkhianatan terhadap rakyat, khususnya kalangan buruh.
Wakil Ketua BEM Unsyiah Rifqi Ubai Sultan dalam orasinya mengatakan, mahasiswa adalah calon pekerja yang nantinya akan mengisi posisi terpenting di negara Indonesia, menjadi pekerja yang nantinya akan memajukan perekonomian bangsa.
“Revisi UU Ketenagakerjaan yang akan digodokkan oleh pemerintah akan menyusahkan rakyat dan merenggut kesejahteraan,” ujarnya.
Baca: Prabowo Hadiri Peringatan May Day, Buruh Tolak Pemilu Curang
Rifqi menekankan, kesejahteraan rakyat haruslah menjadi tanggung jawab bersama antara pemerintah dan masyarakat. “Adanya UU No 13 Tahun 2003 adalah bentuk perlindungan yang nyata. Jika harus direvisi, kemana lagi rakyat akan mengadu dan memperoleh perlindungan?” ungkapnya sebagaimana keterangan diterima hidayatullah.com.
Aksi tersebut merupakan gelombang aksi buruh secara nasional yang telah dilaksanakan di beberapa provinsi dan kabupaten di Indonesia. Dalam aksi, mereka menyampaikan aspirasi kepada pemerintah agar sungguh-sungguh memperhatikan kesejahteraan bagi pekerja/buruh dan masyarakat.
Dalam kondisi ekonomi yang tidak kondusif seperti saat ini, buruh berharap jangan ada kebijakan yang akan memberatkan dan mempersulit ekonomi kaum buruh dan masyarakat.
Baca: “Jika Tuntutan Buruh Semakin Banyak dan Kritis, Artinya Rakyat Makin Susah”
Aliansi menyatakan, rencana pemerintah merevisi UU Ketenagakerjaan sangat mengusik perasaan pekerja/buruh dimana rencana tersebut merugikan para pekerja baik swasta, BUMN, dan badan usaha lainnya.
Aliansi menyebut, poin-poin yang direncanakan untuk direvisi antara lain terkait upah, pesangon, hubungan kerja, tenaga kerja asing (TKA), dan fasilitas.
Senin kemarin, Gabungan Buruh Jakarta juga menggelar demo menolak revisi UU Ketenagakerjaan. Kelompok buruh menilai, sejumlah poin dalam perubahan peraturan itu memperburuk kondisi pekerja, bahkan menguntungkan pengusaha.
“Hari ini kita kembali turun ke jalan, kita tidak bisa lagi duduk-duduk di pabrik. Kalau kita baca, kita peka, tidak ada revisi (UUK) yang berpihak ke buruh,” ujar Ketua Gabungan Serikat Buruh Mandiri DPC Jakarta, Natalia dalam orasinya di depan Pos 9 Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Senin (26/08/2019) kutip CNN.
Baca: Tarif Dasar Listrik Naik, Pimpinan DPR: Rakyat Kecil Makin Menjerit
“Pesangon akan dikurangi, cuti haid bagi buruh perempuan akan dihapus. Kenapa? Karena alasan penguasa, sudah ada obat penghilang rasa nyeri,” lanjut Natalia dengan pengeras suara, dari atas mobil pick up.
Pertengahan Agustus lalu, Menteri Ketenagakerjaan Hanif Dhakiri membantah jika pemerintah telah mengeluarkan draf Revisi UU Ketenagakerjaan.
“Yang merevisi siapa? Itu kemakan hoax karena ada draf yang enggak jelas dari mana, pemerintah belum mengeluarkan draf apa-apa,” sebut Menaker Hanif di Gedung Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan, Jumat (16/08/2019) kutip Antara.*