Hidayatullah.com– Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Mendes PDTT), Abdul Halim Iskandar, membantah adanya desa siluman atau desa fiktif yang disebut-sebut menerima dana desa.
Kasus dugaan korupsi dana desa tersebut sempat mewarnai rapat kerja Kemendes dengan Komisi V DPR, hari ini.
“Saya tidak pernah mengiyakan adanya desa siluman,” ujar Abdul Halim di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Selasa (19/11/2019).
Menurut Mendes Halim, dalam perspektif data yang ada di Kemendes PDTT, tidak ada satu pun desa yang tidak berpenduduk menerima dana desa.
Mendes pun memastikan bahwa semua desa penerima dana digunakan untuk membangun.
“Dalam perspektif Kementerian Desa semua dana yang sudah disalurkan kemudian dicairkan ke desa itu sudah kita pantau betul dan itu sudah digunakan untuk membangun,” ujarnya kutip INI-Net.
Menurut Mendes tahapan laporan dana desa sudah berjalan. Mendes memberi contoh termen satu 20 persen. Untuk mendapatkan pencairan termen dua 40 persen harus menyelesaikan laporan akhir tahun terlebih dahulu. Lalu, progress yang sedang berjalan itu terbit termen pencairan yang kedua. “Dari sisi itu tidak ada satupun desa yang tidak yang bertanggung jawab,” sebutnya.
Menurutnya, tolak ukur argumentasinya itu adalah jumlah penduduk dan luas wilayah. Akan tetapi, hal ini masih harus diterjemahkan lagi. Mendes mengaku hal yang menjadi pekerjaan rumah sampai saat ini adalah batas desa.
“Jangan sampai kepala desa disalahkan hanya gara-gara belum ada batas desa. Kebutuhan riil untuk bangun misalnya jalan desa ternyata jalan desa yang dibangun desa A masuk ke wilayah desa B, misalnya. Nah ini kalau ada yang enggak suka, bisa dipermasalahkan,” sebutnya.
Sebelumnya diberitakan hidayatullah.com, peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW), Egi Primayogha mengatakan, sepanjang tahun 2015 sampai 2018, terdapat 252 kasus korupsi dana desa. ICW sekaligus menyoroti polemik desa fiktif yang sebelumnya disampaikan Menteri Keuangan Sri Mulyani.
Dengan kata lain, ICW mencatat bahwa dana korupsi terus meningkat dari tahun ke tahun dan harus diselesaikan segera.
ICW merinci, korupsi dana desa pada tahun 2015 mencapai 22 kasus. Kasus ini meningkat menjadi 48 kasus pada 2016, dan naik lagi menjadi 98 dan 96 kasus pada tahun 2017 dan 2018.
Adapun kepala desa yang terjerat korupsi juga naik. Sebanyak 214 kepala desa terbukti korupsi pada periode 2015-2018.
Lebih rinci, sebut Egi, sebanyak 15 kepala desa terjerat korupsi pada tahun 2015, 61 kades pada tahun 2016, 66 kades pada 2017, dan 89 kades terjerat di tahun 2018.
“Kasus korupsi anggaran desa ini menyebabkan total kerugian negara mencapai Rp 107,7 miliar,” kata Egi lewat siaran pers di Jakarta, Ahad (17/11/2019).*