Hidayatullah.com– Menurut Anggota Komisi XI DPR RI, Junaidi Auly, surplus neraca perdagangan saat ini bisa jadi bukan karena perbaikan kinerja ekspor, tetapi lebih kepada penurunan impor yang lebih tinggi dibandingkan dari penurunan ekspor.
Menurutnya, yang diinginkan adalah perbaikan surplus neraca perdagangan didorong oleh kinerja ekspor yang lebih tinggi.
“Kita sepakat bahwa ekspor memiliki peranan penting bagi ekonomi nasional, baik terhadap pertumbuhan ekonomi, aliran cadangan devisa, hingga untuk mendorong investasi. Dapat dikatakan bahwa peranan ekspor terhadap tiga hal tersebut cenderung menurun dalam beberapa tahun terakhir. Oleh karena itu, perbaikan fundamental kinerja ekspor menjadi sangat mendesak,” ujarnya dalam keterangannya di Jakarta kepada media, Kamis (21/11/2019).
Menurut legislator PKS ini, kontribusi ekspor terhadap PDB tidak lebih dari 20% saat ini, sehingga peranan ekspor bersih terhadap pertumbuhan ekonomi masih negatif.
Menurut politisi asal Lampung ini, akumulasi valas ke domestik semakin menurun karena gejolak perang dagang antara AS-China. Pada sisi investasi, penurunan permintaan ekspor menyebabkan kegiatan perusahaan-perusahaan berorientasi ekspor menurun. Sehingga memukul aliran investasi ke negara-negara berkembang, termasuk Indonesia. Kondisi itu diperparah dengan buruknya iklim investasi.
“Kami di DPR berharap pemerintah memiliki strategi-strategi jitu agar neraca perdagangan kita bisa surplus, dimana surplus yang ditopang oleh perbaikan fundamental ekspor,” ungkapnya.
Disebutkan, rilis Badan Pusat Statistik (BPS) tentang neraca perdagangan Indonesia periode Januari-Oktober 2019 belum menunjukkan perkembangan menggembirakan.
Pasalnya, defisit neraca perdagangan masih cukup tinggi mencapai US$1,78 miliar. Nilai ekspor mencapai US$139,75 miliar. Sedangkan nilai impor mencapai US$140,89 miliar. Nilai ekspor turun 7,8% (yoy) pada periode Januari-Oktober 2019; sedangkan nilai impor turun lebih tinggi mencapai 9,94% (yoy).*