Hidayatullah.com- Wakil Ketua Badan Pengkajian MPR RI Fahira Idris menilai bahwa semakin melebarnya ketimpangan merupakan “musuh” paling nyata Pancasila.
Selain, katanya, yang juga justru musuh terbesar Pancasila adalah orang-orang yang mempertentangkan Pancasila dengan agama.
Anggota DPD RI ini menjelaskan, relasi antara agama-agama yang ada di Indonesia dengan Pancasila sudah selesai saat para pendiri bangsa ini menjadikan Pancasila sebagai dasar negara.
Bahkan, lanjutnya, pemikiran politik keagamaan di Indonesia penting untuk terus dikembangkan agar agama dan Pancasila dapat terus berjalan berbarengan.
“Justru musuh terbesar Pancasila adalah orang-orang yang mempertentangkan agama dengan Pancasila. ‘Musuh’ selanjutnya adalah para pejabat dan penyelenggara negara yang tindak-tanduknya bertolak belakang dengan nilai-nilai Pancasila. Dan ‘musuh’ yang paling terpampang nyata saat ini ketimpangan yang semakin lebar,” ujarnya di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta dalam pernyataannya kepada hidayatullah.com, Rabu (12/02/2020).
Baca: DPR Minta Kepala BPIP Tarik Ucapan “Agama Musuh Pancasila”
Fahira menyampaikan hal itu menyikapi pernyataan Kepala Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) Yudian Wahyudi yang menyebut agama menjadi musuh terbesar Pancasila.
Protes bahkan kecaman mengalir atas pernyataan Kepala BPIP Yudian itu. Fahira menilai pernyataan Yudian itu keliru. Sebab, nilai-nilai agama diejawantahkan dalam sisa-sila Pancasila. Pernyataan Kepala BPIP ini berpotensi membuat kegaduhan baru yang tidak perlu.
Fahira pun meminta Kepala BPIP agar segera mengklarifikasi dan menjelaskan maksud dari pernyataannya ini. Sebab, katanya, jika tidak segera diklarifikasi, kepercayaan publik kepada BPIP yang merupakan lembaga resmi pemerintah akan runtuh dan jangan harap BPIB mendapat dukungan publik.
Menurut Senator Jakarta ini, pemahaman dan implementasi Pancasila sifatnya harus top down. Artinya dimulai dari kebijakan yang dikeluarkan cabang-cabang kekuasaan negara yakni eksekutif (Presiden dan kementerian/lembaga di bawahnya, kepala daerah), legislatif (DPR dan DPD), serta yudikatif (Mahkamah Agung, Mahkamah Konstitusi, Komisi Yudisial).
Baca: MUI Minta Presiden Jokowi Pecat Kepala BPIP Secara Tak Hormat
Jika rakyat melihat kebijakan publik yang dikeluarkan cabang-cabang kekuasaan ini benar-benar melahirkan keadilan ekonomi, sosial, hukum, dan politik, katanya, maka otomatis rakyat akan ikut mengimplementasikan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan sehari-hari.
“Jadi tantangan utama BPIP itu mengevaluasi sejauh mana kebijakan publik berlandas Pancasila. Sejauh mana para penyelenggara negara mulai dari eksekutif serta cabang-cabang kekuasan yang lain, kebijakannya sudah sesuai dengan Pancasila. Jadi Pancasila itu harus ‘dibumikan’ kepada mereka yang punya kekuasaan, baru kemudian dibumikan ke masyarakat termasuk millenial,” ujarnya.*