Hidayatullah.com– Setiap daerah di Tanah Air punya potensi yang sangat menarik untuk mengembangkan produk pertanian atau peternakan. Idealnya, Indonesia mampu memproduksi sendiri kebutuhan pangannya tanpa bergantung pada impor. Tidak pada tempatnya, bangsa ini mengalami kelangkaan pangan.
Anggota Komisi IV DPR RI Hamid Noor Yasin menyampaikan hal itu menyikapi kondisi perpanganan di Indonesia.
Indonesia, negeri yang dikarunia kesuburan dan matahari bersinar sepanjang hari, tentu membuat produk pertanian pun melimpah dan mampu mensejahterakan rakyatnya.
Sangat ironis di tengah lahan yang subur, produk pangan impor masih dominan di pasar domestik. Kini saatnya membenahi impor pangan di negeri ini.
Hamid mencontohkan, di Wonogiri yang merupakan dapilnya sendiri, mempunyai lahan sawah 32.569 hektare (17,88 persen), lahan tegal 88.638 ha (48,85 persen), lahan bukan pertanian 37.925 ha (20,82 persen), lahan hutan rakyat 4.370 ha (2,40 persen), dan lahan hutan negara 17.662 ha (9,69 persen).
Sementara di Karanganyar, berdasarkan data Dinas Pertanian setempat yang dikutipnya, menyebutkan bahwa padi, jagung, dan kacang tanah memiliki potensi sangat besar dengan luasan lebih dari 56 ribu ha. Kapasitas produksinya 400 ton lebih. Peternakan dan perikanannya juga cukup besar seperti domba, ayam petelur, dan budidaya ikan tawar.
Di Sragen, tambahnya, yang pernah surplus rata-rata 205 ribu ton beras per tahun, kini dikenal sebagai lumbung pangan Jawa Tengah.
Oleh karena itu, legislator dari dapil Jateng IV ini berharap pemerintah pusat bisa memaksimalkan potensi produksi berbagai pangan di tanah air.
“Saya yakin setiap daerah punya kekhasan untuk dikembangkan sebagai daerah sentra pangan tertentu untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri. Pemerintah pusat mesti mampu menangkap semua peluang dari potensi-potensi di daerah kita. Semoga pengatur di tingkat pusat dapat tegas dalam idealismenya untuk membangun negara,” ujarnya dalam rilisnya dikutip pada Jumat (14/02/2020).
Hamid pun menyarankan pemerintah agar kebijakan impor produk pangan tidak melulu bersumber dari China. Hamid meminta pemerintah membenahi persoalan ini. Pada kasus bawang putih, dari 13 perusahaan importir besar bawang putih, 10 perusahaan mengimpor dari China.
Kata Hamid, isu fluktuasi harga produk pangan yang kerap terjadi seperti daging, cabai, maupun bawang putih semuanya akibat penerapan kebijakan masa lalu yang terlalu tergantung pada satu negara.
“Akan ada produk-produk pangan strategis yang berpotensi berfluktuasi harganya bila tidak dikelola dengan baik, seperti padi, jagung, kedelai, kacang tanah, ketela, kacang hijau, ubi kayu, ubi jalar, dan sorghum,” sebutnya.*