Hidayatullah.com- Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) mengkritisi peraturan terbaru pemerintah melalui Kementerian Perhubungan terkait moda transportasi menjelang musim tradisi mudik lebaran.
YLKI menilai, sebenarnya kebijakan pemerintah dalam menahan laju persebaran virus corona dengan melarang mudik lebaran sejak 24/04/2020 via Permenhub No 25/2020, merupakan langkah yang patut diapresiasi. Mengingat, persebaran Covid-19 makin meluas, bahkan epicentrumnya berpotensi pindah ke daerah.
“Namun, larangan itu sepertinya hanya seumur jagung, karena Kemenhub akan merevisi Permenhub No. 25/2020 tersebut, yang intinya akan merelaksasi/melonggarkan larangan mudik, dan akan diberlakukan 07/04/2020,” ujar Ketua Pengurus Harian YLKI, Tulus Abadi kepada hidayatullah.com dalam keterangannya.
Sungguh ini merupakan kebijakan yang kontra produktif, bahkan blunder jika larangan mudik itu direlaksasi, apapun cara dan alasannya, kata Tulus. Ia menambahkan, ini artinya pemerintah tidak konsisten alias bermain api dengan upaya mengendalikan agar Covid-19 tidak makin mewabah ke daerah-daerah.
“Relaksasi larangan mudik, berupa pengecualian untuk orang tertentu, praktik di lapangan akan sulit dikontrol, bahkan sangat berpotensi untuk disalahgunakan,” ujarnya.
YLKI menyatakan, relaksasi larangan mudik juga tidak sejalan dengan pernyataan Presiden Joko WIdodo bahwa Mei 2020 curva Covid-19 harus turun, bagaimana pun caranya.
“Lah, bagaimana mau turun jika kebijakan yang dilakukan tidak sejalan, seperti relaksasi larangan mudik tersebut. Jangan sampai curva turun tetapi dipaksa turun dengan berbagai cara, padahal di lapangan kasusnya masih bertambah.
Ingat, saat ini curva Covid-19 sedang menuju puncak. Sungguh tidak relevan merelaksasi larangan mudik Lebaran. Relaksasi akan relevan jika kurva sudah menurun, itu pun harus ekstra hati-hati,” ujarnya.
Baca: Setelah Ditutup, Pemerintah Akan Buka Lagi Semua Moda Transportasi Besok
Dampak relaksasi pun, sambungnya, sudah ditengarai negatif oleh SUTD Singapura bahwa pandemi di Indonesia akan berakhir paling cepat September 2020. Padahal dari prediksi semula, SUTD Singapura memprediksi pandemi virus corona di Indonesia akan berakhir Juni 2020. Mundurnya prediksi ini dikarenakan relaksasi dalam implementasi PSBB, dan salah satunya relaksasi larangan mudik Lebaran itu.
“Secara ekonomi, relaksasi mudik Lebaran merupakan tindakan sembrono, karena hanya mempertimbangkan kepentingan ekonomi jangka pendek saja, tetapi akan menimbulkan dampak negatif pada ekonomi nasional secara jangka panjang,” ujarnya.
Oleh karena itu, YLKI meminta agar pemerintah daerah konsisten untuk larangan mudik ini.
“Upaya relaksasi dari pemerintah pusat sebaiknya diabaikan saja,” ujarnya.
YLKI dengan tegas menolak apapun bentuk dan upaya relaksasi larangan mudik. Sekalian dicabut saja larangan mudik lebaran tersebut, tidak perlu pengecualian dengan dalih relaksasi, pungkasnya.*