Hidayatullah.com– Habib Rizieq Syihab (HRS) Center menilai harus dilakukan pendekatan hukum, bukan pendekatan politik, terkait acara HRS yang dipersoalkan kepolisian baru-baru ini.
“Acara peringatan Maulid Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam dan pernikahan putri Imam Besar Habib Rizieq Shihab di Petamburan, Jakarta Pusat yang kini dipersoalkan harus disikapi dengan pendekatan hukum, bukan pendekatan politik,” pernyataan Direktur HRS Center Abdul Chair Ramadhan di Jakarta, Kamis (19/11/2020).
Saat ini, jelasnya, Polri telah melakukan proses penyelidikan dengan pemanggilan klarifikasi terhadap Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan dan pihak lainnya. Penyelidikan ini untuk menentukan dapat atau tidaknya ditingkatkan ke tahap penyidikan.
Menanggapi proses penyelidikan itu, HRS Center menilai bahwa Anies maupun HRS serta pihak-pihak terkait tidak bisa dipidana.
“Terhadap Gubernur DKI Jakarta, Imam Besar Habib Rizieq Shihab, dan pihak-pihak lainnya tidak dapat dikategorikan telah melakukan perbuatan pidana,” ujarnya.
Hal itu, jelasnya, berdasarkan sejumlah uraian. Bahwa, pertama, sistem penanganan Covid-19 yang diterapkan oleh pemerintah baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah adalah Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), bukan sistem Karantina (in casu Karantina Wilayah).
“Dasar hukum keberlakuannya menunjuk pada Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2020 tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar Dalam Rangka Percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019 (Covid-19),” jelasnya.
Baca: Eks Ketua MK Nilai Anies dan HRS Tak Bisa Dijerat UU Kekarantinaan Kesehatan
Kedua, tambah HRS Center, Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2020 tentang PSBB Dalam Rangka Percepatan Penanganan Covid-19 tersebut didasarkan atas sejumlah undang-undang.
Yaitu, sebutnya, UU Nomor 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular, UU Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana, dan UU Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan (UU Kekarantinaan Kesehatan).
HRS Center menjelaskan, UU Wabah Penyakit Menular dan UU Penanggulangan Bencana tersebut tidak mengatur tentang PSBB. Dengan demikian, keberlakuan PSBB menunjuk pada UU Kekarantinaan Kesehatan.
Ketiga, tambah HRS Center, bahwa UU Kekarantinaan Kesehatan tersebut tidak menyebutkan norma hukum larangan dan sanksi pidana PSBB. Norma hukum Pasal 9 jo Pasal 93 UU Kekarantinaan Kesehatan berlaku dalam hal pelanggaraan Kekarantinaan, bukan PSBB.
“Dengan demikian, proses penyelidikan yang dilakukan oleh Kepolisian Republik Indonesia terhadap acara peringatan Maulid Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam dan pernikahan putri Imam Besar Habib Rizieq Shihab harus dinyatakan bukan peristiwa/perbuatan pidana,” ujarnya menekankan.
Baca: Din Syamsuddin Nilai Pemanggilan Anies ke Polda Metro sebagai Drama yang Berlebihan
HRS Center juga memandang penerapan Pasal 216 KUHP tidak tepat guna kepentingan perkara terkait Anies dan HRS tersebut. Pasal 216 KUHP dinilai tidak ada relevansinya dengan penyelenggaraan PSBB. “Oleh karena tidak ada perbuatan pidana dalam PSBB, maka keberlakuan Pasal 216 KUHP tidak dapat diterapkan,” ujarnya menekankan.
Terkait denda sebesar Rp 50 juta yang dijatuhkan oleh Pemprov DKI Jakarta kepada HRS, HRS Center menekankan bahwa itu bukan dimaksudkan sebagai pelanggaran hukum pidana, melainkan sebagai denda administratif.
“Denda administratif yang telah dibayarkan oleh Imam Besar Habib Rizieq Shihab memperjelas tidak adanya perbuatan pidana,” terangnya.*