Hidayatullah.com — BELUM lama ini Nusa Tenggar Timur (NTT) diterjang badai Siklon Tropis Seroja. Musibah yang terjadi sejak hari Jumat, 2 April hingga Senin, 5 April 2021 telah memakan korban ratusan jiwa meninggal dunia dan luka.
Sebelum musibah datang, curah hujan tinggi terjadi di Kota Kupang dan sekitarnya. Hujan berlangsung selama tiga hari berturut-turut akhirnya berdampak ribuan rumah terendam banjir.
Sebelumnya, Badan Metereologi Kimatalogi Geofisika (BMKG) telah mengeluarkan peringatan bahwa dalam beberapa hari ke depan masih akan terjadi badai. Benar saja, sehari sebelum terjadi badai, hampir seluruh masyarakat NTT menganggap hujan biasa saja.
Namun ketika kejadian badai seroja itu datang, maka kepanikan terjadi. Badai malam itu diperkirakan pada dinihari pukul 01.00-05.00 waktu setempat.
Menurut pengakuan salah seorang da’i di Pondok Pesantren Hidayatullah Kupang, datangnya badai itu sangat kencang. Bahkan hampir-hampir saja beberapa santri yang sedang menyelamatkan diri dari asrama menuju ke masjid terbawah angin kencang.
“Awalnya, ada perintah salah seorang pengasuh kepada seluruh santri agar segera menyelamatkan diri menuju ke masjid dan asrama yang masih kuat bangunannya,” kata Abdullah kepada hidayatullah.com. “Beberapa santri ada yang masih tertidur pulas di tempat tidurnya, padahal suasana di luar gedung sungguh luar biasa dahsyat. Suara angin badai itu seperti pesawat jet yang terbang mengiung, “ tambah pria yang menjadi pengasuh di Pondok Pesantren Hidayatullah Kupang ini.

Tak lama setelah itu, terdengar beberapa pepohonan besar di samping sumur pondok tumbang mengenai rumah pengasuh. Atap seng asrama putri lama, amblas tertiup anging kencang. Beberapa bangunan pondok lainya mulai retak.
“Suasana malam itu mencekam, para santri mulai histeris sambil berdzikir kepada Allah Swt agar suasana malam itu bisa tenang,” tutur Abdullah.
Esok hari badai mulai reda. Namun di sekeliling pondok pesantren terjadi pemandangan menyedihkan. Kerusakan di mana-mana, bangunan asrama, bangunan sekolah dan pemukiman rumah pengasuh, dua rumah semi permanen sudah rata dengan tanah terbawa angin dan tertimbun pohon besar.
Saluran air menggenang hingga ke dalam rumah warga pesantren. Kolam lele hasil usaha para santri sudah hilang, terbawa banjir.
“Pepohonan jati tanaman usaha pondok dan santri juga sudah tumbang semua,” kata Abdullah. Kerugian materiil diperkirakan mencapai ratusan juta rupiah. Semua kegiatan berhenti total.
Listrik PLN sudah padam sejak hari hari Ahad (4/4/2021). Sampai dengan berita ini ditulis listri belum juga kunjung menyela.
“Sudah hampir lima hari tidak ada listri dan penerangan,” tambah Abdullah.
Sementara semua alat sekolah, Al-Quran sudah hanyut terbawa air. Hari-hari ini tidak kurang dari 200 santri hanya menunggu bantuan dan membersihkan puing-puing yang berserakan.
“Tidak ada kegiatan, semua santri bersih-bersih, sambil menunggu bantuan pakaian dan makanan, ” ujar Abdullah.
Kepada segenap pembaca mari beragendengan tangan meringankan beban biaya perbaikan pondok pesantren yang rusak agar Al-Quran kembali berkumandang.*/Usman Aidil Wandan, pengasuh PP Hidayatullah-Flotim (+62 813-3165)