Hidayatullah.com–Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengumumkan sebanyak 75 pegawai tak lolos tes alih status ASN. Namun Ketua KPK Firlu Bahuri mengatakan, sampai hari ini KPK tidak pernah mengatakan dan menegaskan ada proses pemecatan, kata Firli.
“KPK juga tidak pernah bicara memberhentikan orang dengan tidak hormat, KPK juga tidak pernah bicara soal memberhentikan pegawainya. Tidak ada,” ujar Firli Bahuri secara virtual.
Firli mengungkapkan, pegawai yang tidak memenuhi syarat akan dikoordinasikan lebih lanjut dengan Badan Kepegawaian Negara (BKN) serta Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kementerian PAN RB). “Terkait pemecatan, saya ingin katakan sampai hari ini KPK tidak pernah mengatakan dan menegaskan ada proses pemecatan,” ujar Firli saat jumpa pers di Gedung KPK Jakarta, Rabu (5/5/2021).
Sementara itu, Sekretaris Jenderal Komisi Pemberantasan Korupsi (Sekjen KPK) Cahya Harefa mengatakan, soal status 75 pegawai yang tidak memenuhi syarat dalam asesmen tes wawasan kebangsaan (TWK) akan dikoordinasikan ke Kemenpan RB dan Badan Kepegawain Negara (BKN). “KPK akan melakukan koordinasi dengan KemenPANRB dan BKN terkait tindak lanjut terhadap 75 pegawai yang dinyatakan tidak memenuhi syarat,” kata Cahya dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Rabu.
Sebelumnya, KPK membenarkan sebanyak 75 pegawai tidak memenuhi syarat untuk menjadi aparatur sipil negara (ASN). Hal ini setelah melakukan asesmen tes wawasan kebangsaan dalam rangka pengalihan status pegawai KPK menjadi ASN oleh Badan Kepegawaian Negara (BKN) Republik Indonesia (RI). “Pegawai yang tidak memenuhi syarat (TMS) sebanyak 75 orang,” kata Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron.
Sebanyak 1.351 pegawai KPK mengikuti asesmen Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) sejak 18 Maret sampai 9 April 2021. Tetapi dua orang diantaranya tidak hadir pada tahap wawancara.
Pelaksanaan Asesmen Pegawai KPK bekerjasama dengan BKN RI telah sesuai dengan Pasal 5 ayat (4) Perkom KPK No. 1 Tahun 2021 tentang Tata Cara Pengalihan Pegawai KPK menjadi Pegawai Aparatur Sipil Negara. Hal ini juga merupakan aturan turunan dari Undang Undang Nomor 19/2019 tentang Perubahan Kedua atas UU Nomor 30/2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Ghufron menjelaskan bahwa ada tiga aspek penilaian dalam TWK ini. Tiga aspek itu adalah aspek integritas, netralitas ASN, dan antiradikalisme.
Adapun, pihak yang terlibat dalam TWK ini, menurut Ghufron, adalah sejumlah instansi. Instansi itu adalah Badan Intelijen Negara (BIN), Badan Intelijen Strategis TNI (BAIS), Pusat Intelijen TNI AD, Dinas Psikologi TNI AD, serta Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT).
Beberapa nama yang diisukan tidak lolos TWK antara lain penyidik senior KPK Novel Baswedan dan Ketua Wadah Pegawai KPK Yudi Purnomo.
Yuk bantu dakwah media BCA 1280720000 a.n. Yayasan Baitul Maal Hidayatullah (BMH). Kunjungi https://dakwah.media/
Pelanggaran HAM
Sementara itu Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid bahkan menyebut TWK yang dijalani pegawai KPK berpotensi melanggar hak asasi manusi (HAM). Menurut Usman, potensi itu muncul jika soal TWK itu dilakukan untuk menyortir pegawai berdasarkan pandangan agama dan paham politik individu.
Menurut Usman hal itu termasuk tindakan diskriminasi pekerja, karena semestinya sebuah tes yang dijalani pegawai KPK itu lebih berfokus untuk melihat kompetensi dan kinerjanya. “Mendiskriminasi pekerja karena pemikiran dan keyakinan agama, atau politik pribadinya jelas merupakan pelanggaran atas kebebasan berpikir, berhati nurani, beragama dan berkeyakinan,” kata Usman dikutip laman Kompas.com, Rabu (5/5/2021).
“Ini jelas melanggar hak sipil dan merupakan stigma kelompok yang sewenang-wenang,” kata dia.*