Hidayatullah.com — Anggota Komisi I DPR RI Sukamta menanggapi munculnya iklan berisi kampanye LGBT yang dilagukan dengan judul Aku Bukan Homo, dan mengilustrasikan buah pisang dalam tayangan Youtube anak. Konten ini kemudian ramai di masyarakat Indonesia.
Sukamta meminta kepada Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) segera mengambil tindakan tegas, dengan memblokir dan menscreening konten serupa di internet.
“Ini jelas-jelas melanggar hukum, khususnya UU Pornografi (UU RI No. 44 tahun 2008) dan UU ITE (UU RI No. 19 tahun 2016). Pemerintah harus sigap segera bertindak menegakkan hukum. Kementerian Kominfo juga harus selalu sigap untuk screening dan blokir konten-konten serupa di internet,” kata Sukamta melalui cuitannya di Twitter seperti dikutip Hidayatullah.com Rabu (14/09/2021).
Wakil Ketua Fraksi PKS ini menjelaskan, ancaman pidana di UU Pornografi Pasal 37 mengatur dengan menambah 1/3 dari maksimal ancaman pidana penjara maksimal 12 tahun (+1/3) dan denda maksimal Rp 6 miliar (+1/3) karena menyasar kepada anak-anak. “Larangan pornografi juga mencakup kegiatan seksual yang menyimpang seperti LGBT ini,” ujarnya.
Doktor lulusan Inggris ini menjelaskan, UU ITE Pasal 45 juga tegas melarang setiap orang mentransmisikan dan mendistribusikan muatan yang melanggar kesusilaan dengan ancaman pidana penjara 6 tahun dan denda maksimal Rp 1 miliar.
Anggota DPR dari Dapil Yogyakarta itu juga menekankan, persoalan LGBT ini semakin menambah saja permasalahan sekaligus tantangan bagi negara untuk menyelesaikannya. Setelah sebelumnya oknum staf Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) juga dirundung masalah serupa, tentu hal ini menjadi persoalan yang amat serius.
“Apalagi LGBT ini seperti virus, bisa menular, mungkin bisa dikatakan lebih berbahaya dari virus Corona, karena yang diserang adalah moral, mental sekaligus fisik, dan juga masa depan bangsa. Bisa rusak semuanya termasuk tatanan sosial,” tukas Legislator Dapil Yogyakarta ini.
Sukamta menambahkan, efek LGBT ini bisa merembet ke mana-mana mengingat sifatnya yang menular. Terlebih, sepertinya komunitas LGBT memang terorganisasi.
Karenanya, itu perlu solusi yang juga memadai secara komprehensif. DPR, Pemerintah, masyarakat, akademisi, profesional semuanya harus terlibat,” terangnya.
Selain itu, Sukamta yang bisa dilakukan DPR bersama pemerintah adalah revisi UU Penyiaran. “Kami mendorong di dalam revisi UU Penyiaran nanti bisa kita atur agar video-video di internet lewat YouTube, misalnya, masuk cakupan pengawasan Komisi Penyiaran Indonesia,” bebernya.
Hal ini lanjut Sukamta harus diatur agar sanksi tidak hanya menyasar kepada setiap orang yang mengunduh tayangan serupa di internet, tapi juga sanksi kepada provider atau pemberi jasa layanan internet, dalam hal ini termasuk YouTube selaku badan hukum private.
“Saya sangat menyayangkan hal ini karena sangat tidak sesuai dengan ajaran agama, norma dan jati diri bangsa Indonesia. Ini tidak bisa dibiarkan terus-menerus, karena mereka menyasar langsung ke anak-anak yang merupakan generasi penerus masa depan bangsa. Mau jadi apa negeri ini nantinya?” tutup Sukamta.*