Hidayatullah.com—Peneliti Institute for the Study of Islamic Thought and Civilizations (INSISTS) Dr Henri Shalahuddin, MIRKH, mengatakan, pernyataan bahwa semua agama itu benar di mata Tuhan adalah pandangan pluralisme agama. Padahal, paham meyakini semua agama sama oleh pemikir dalam bidang filsafat agama-agama dianggap sikap intoleran.
“Pluralisme agama dalam pengertian kesatuan transenden semua agama, misalnya dengan meyakini semua agama sama-sama benar & sama-sama menuju Tuhan yang sama adalah pandangan yang buruk untuk dianut (a poor view to espouse),” demikian disampaikan Henri melalui akun instragramnya @henrishalahuddin, Kamis (16/9).
Masalah ini, kata Henri, sebenarnya sudah banyak dibahas kalangan akademisi lintas agama. Salah satunya Paul E. Krisek dalam thesis S2-nya, “The Religious Pluralism of John Hick: a Critique” pd thn 2000, di Liberty University.
Menurut Paul, secara moral, menyamakan semua agama adalah tindakan sewenang-wenang dan lemah (arbitrary and weak). Secara epistemologis dan linguistik paham pluralisme agama mementahkan pandangannya sendiri (self-refuting).
“Pluralisme agama model John Hick ini jika dipandang dari sisi agama adalah tidak toleran dan tidak konsisten. Seorang pluralis ingin semua orang mentolerir pandangan semua agama-agama besar, tetapi tidak mentolerir pandangan yang berbeda dari pluralism,” katanya. “Alih-alih menghasilkan klaim agama yang inklusif, pluralisme justru memproduksi klaim agama yang eksklusif (exclusive religious claim),” tambahnya.
Adanya kesamaan beberapa pandangan di semua agama, misalnya keyakinan tentang adanya Tuhan, atau semua agama sama-sama menyuruh kebaikan, itu bukan disebabkan karena semua agama adalah sama. Tetapi lebih karena semua manusia itu diciptakan oleh Pencipta yang sama, kata Henri.
Yuk bantu dakwah media BCA 1280720000 a.n. Yayasan Baitul Maal Hidayatullah (BMH). Kunjungi https://dakwah.media/
“Intinya pluralisme adalah paham tunggal tentang keberagaman (pluralitas), atau paham penyeragaman terhadap keberagaman identitas. “Oleh karena itu kita perlu rasional tanpa menjadi liberal untuk menjaga iman dan akal sehat kita serta tidak terpengaruh paham liberalisme dan bahaya syirik modern,” tambah pria yang kini tinggal di Turki ini.*