Hidayatullah.com — Diskursus syariat selalu menyedot perhatian dalam wacana pemikiran Islam kontemporer. Penolakan selalu datang dari kelompok sekuler-liberal dengan berbagai alasan. Salah satunya menyebut syariat bertentangan dengan kemanusiaan. Sedangkan bagi kelompok Islam, menuntut penerapan syariat adalah konsekuensi logis dari keimanan.
Bagi umat Islam, penerapan syariat Islam akan memberikan Hikmah atau kebaikan yang sifatnya universal bagi seluruh alam. Demikian disampaikan Dr. Nirwan Syafrin dalam Workshop Tantangan Liberalisasi “Benarkah Syariat Bertentangan dengan Kemanusiaan?” yang diselenggarakan Institute for the Study of Islamic Thought and Civilizations (INSISTS).
“Karena Syariah adalah produk Allah, dan Allah Zat Yang Maha Bijaksana, maka Syariah yang ditetapkan oleh Allah yang Maha Bijaksana pasti mengandung hikmah,” ujar Nirwan dalam diskusi daring yang dihadiri Hidayatullah.com, hari Sabtu (16/10/2021).
Peneliti INSIST jebolan International Institute of Islamic Thought and Civilization – International Islamic University Malaysia (ISTAC-IIUM) Malaysia ini menuturkan bahwa hukum Islam itu pasti penuh kebaikan dan selaras dengan fitrah manusia yang universal.
Menurutnya, karena kalau hukum kosong dari kebaikan atau hikmah, berarti Allah melakukan sesuatu yang sia-sia. Mustahil bagi Allah yang Maha Bijaksana membuat sesuatu yang sia-sia.
“Kalau begitu, Syariah pasti mengandung Hikmah. Dan Hikmah terkadang disama dengan Maqasid,” terang Nirwan. Maqasid adalah maksud dan tujuan dari syariat, yaitu untuk menjaga lima unsur penting dalam kehidupan manusia: agama, hidup, akal, keturunan, dan harta.
Berbicara tentang Syariah, Nirwan meminta untuk lebih lengkap dan tidak parsial. Karena dalam fiqih saja terdiri dari beberapa macam, misal Fiqh al-Muwāzanāt (fikih timbang amal), Fiqih al-Awlawiyyāt (fikih prioritas) dan fiqh al-wāqi‘ (fikih realitas).
Adapun tentang presepsi negatif dari syariat, menurutnya itu lebih karena prespektif kita tentang perkara itu mengekor kepada peradaban barat. Nirwan mencontohkan tentang presepektif hukuman mati yang dianggap tidak baik di Barat.
“Coba kalau kita balik, kalau misal orang Barat menganggap hukuman mati baik? Pasti hukuman baik dipresepsikan baik,” ujarnya.
Dalam ranah hukum hudud yang menghukum pencurian, zina dan qisas, Narwin meminta dipandang secara lengkap. Ia menjelaskan Syariat bukan hanya mengatur hukumannya saja, tapi juga ada unsur preventif agar pelanggaran ini tidak akan terjadi.
“Hukuman publik ini juga dibuat untuk menimbulkan rasa takut bagi yang ingin melakukannya. Kemudian masalah hukum pencurian, misal kita katakan hari ini yang menerapkannya Saudi dan Kuwait, kehidupan mereka sudah terpenuhi sebelumnya. Jadi hukuman potong tangan tidak masalah,” jelas Nirwan.
Jelasnya yang paling penting dari syariat adalah kita tahu tentang tujuan syariat itu sendiri. Bukan berarti ketika kita sudah melaksanakan hukum hudud atau jinayat, kita sudah sempurna melaksanakan syariat Islam.*