Hidayatullah.com — Ketua MUI Bidang Dakwah dan Ukhuwah, KH Muhammad Cholil Nafis mengatakan bahwa mengkspeloitasi Covid-19 untuk kepentingan bisnis pasti kezhaliman. Komentar tersebut menanggapi isu bisnis PCR yang sedang ramai.
“Bisnis itu sunnah Nabi SAW. Tapi mengeksploitasi covid-19 untuk bisnis PCR bahkan sengaja bikin kebijakan utk kepentingan bisnis pribadi itu pasti kezhaliman,” ungkap Cholil melalui akun Twitter-nya pada Selasa (02/11/2021).
Cholil mengingatkan agar tes antigen / PCR benar untuk kepentingan kesehatan, jangan sampai lebih cenderung pada kepentingan bisnisnya.
“Seharusnya kita membantu orang yg terkena musibah, apalagi musibah bangsa yang berakibat kesengsaraan kesehatan dan ekonomi. Maka jika sengaja mempermainkan kebijakan negara utk kepentingan bisnis pribadi dg mengeksploitasi pandemi pasti itu kezhaliman,” tegas Cholil lagi pada akun Instagram-nya, Rabu (03/11/2021).
Cholil mengungkap bahwa tes Antigen / PCR memang diperlukan dalam kondisi pandemi Covid-19 seperti ini. “Namun, jika sengaja membuat kebijakan agar semua orang memakai tes PCR / Antigen agar mendapat keuntungan dari penggunaan APBN atau masyarakat pasti kezhaliman,” tegasnya lagi.
Sebelumnya, beberapa nama diduga terlibat dalam lingkaran bisnis polymerase chain reaction atau PCR. Nama Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan juga disebut terlibat dalam lingkaran tersebut.
Majalah Tempo edisi 1 November 2021 menulis, dua perusahaan yang terafiliasi dengan Luhut, PT Toba Sejahtra dan PT Toba Bumi Energi, tercatat mengempit saham di PT Genomik Solidaritas Indonesia (GSI).
PT Toba Sejahtra dan PT Toba Bumi Energi mengantongi 242 lembar saham senilai Rp 242 juta di GSI. GSI merupakan perusahaan yang mengelola laboratorium untuk tes PCR. Perusahaan ini memiliki lima cabang di Jakarta.
Kehadiran Luhut di GSI pun disebut-sebut karena ajakan koleganya yang memiliki saham, seperti petinggi PT Adaro Energy dan PT Indika Energy Tbk. Adapun ihwal dua perusahaan yang diduga terlibat dengan Luhut, Jodi mengatakan bosnya tak memiliki kontrol lagi lantaran sahamnya di bawah 10 persen.
Pemerintah sebelumnya mendapatkan kritik keras dari masyarakat setelah mewajibkan tes usap itu sebagai syarat perjalanan jarak jauh menggunakan angkutan pesawat. Kritik mengemuka lantaran selain harga tes PCR masih di atas rata-rata kemampuan warga, syarat ini diterapkan saat angka penyebaran kasus Covid-19 rendah.
Tiga pejabat pemerintah yang mengetahui kebijakan tentang PCR mengatakan persoalan reagen yang akan kedaluwarsa menjadi salah satu penyebab tes usap itu diwajibkan untuk penumpang transportasi umum jarak jauh.
Sejumlah pengusaha dilaporkan telah menyetok alat tes PCR pada saat varian delta melonjak. Namun, reagen memasuki masa kedaluwarsa pada akhir.*