Hidayatullah.com — Sidang lanjutan perkara Terorisme dengan terdakwa Munarman kembali dilanjutkan di Pengadilan Negeri Jakarta Timur (PN Jaktim), Rabu (22/12/2021). Kali ini giliran Jaksa menanggapi nota keberatan yang disampaikan eks petinggi FPI Munarman pekan lalu.
Jaksa Penuntut Umum (JPU) meminta agar Majelis Hakim menolak seluruh eksepsi Munarman, menurut jaksa dakwaan terhadap kasus dugaan tindak pidana terorisme yang menjerat Munarman memenuhi semua aspek hukum.
“Dakwaan sudah memenuhi persyaratan sebagaimana yang ditentukan oleh pasal 143 ayat (2) huruf a, b, KUHAP,” kata perwakilan Jaksa saat membacakan nota tanggapan atas eksepsi Munarman.
Jaksa memohon majelis hakim melanjutkan perkara dugaan tindak pidana terorisme terhadap mantan Sekretaris FPI itu. “Menolak keberatan atau eksepsi dari terdakwa dan penasihat hukum terdakwa Munarman untuk seluruhnya,” ujarnya.
Sebelumnya, Munarman saat membaca eksepsi alias nota keberatan, Rabu (15/12/2021) meminta hakim mencabut semua tuduhan jaksa penuntut umum (JPU) terkait kasus terorisme. Dikesempatan itu ia membacakan sendiri eksepsi setebal 84 halaman. Dipersidangan ia bersama kuasa hukumnya berharap Majelis Hakim PN Jaktim menjatuhkan putusan sela yang menyatakan Munarman dibebaskan dari dakwaan JPU.
Dalam sidang, Munarman membantah dakwaan yang menyebut dirinya terlibat dalam acara baiat kepada Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS) pimpinan Abu Bakar Al-Baghdadi di beberapa tempat.
Munarman juga membantah mendukung ISIS, ia secara tegas menyatakan menolak terorisme. Menurutnya, jika ia terlibat aksi teror maka kegiatan aksi 212 pada Desember 2016 di Monas tidak akan berjalan damai.
Bahkan ia menyebut nyawa Presiden Joko Widodo, dan Wapres saat itu Jusuf Kalla terancam, dengan mengatakan seluruh pejabat negara yang hadir bakal pindah ke alam lain alias meninggal. Saat itu Munarman mengaku menjadi salah satu koordinator lapangan Aksi 212 yang juga dihadiri Menko Polhukam, Panglima TNI, Kapolri, Kapolda, Pangdam, hingga Kepala BNPT.
Adapun, JPU mendakwa Munarman dengan Pasal 14 Jo Pasal 7, Pasal 15 Jo Pasal 7 serta Pasal 13 huruf c Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2018 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme.*