Hidayatullah.com — Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Yahya Cholil Staquf mengungkap pandangannya mengenai persoalan radikalisme. Dia mengatakan adu dalil tak bisa menjadi penyelesaian atas masalah ini.
Yahya Cholil mengatakan, masalah radikalisme dapat dijawab melalui pengakuan atas perubahan tatanan peradaban manusia hari ini.
“Radikalisme terbukti merusak tatanan peradaban manusia karena kelompok pengusung radikalisme berusaha mengembalikan masyarakat dunia ke dalam tatanan global sebelum Perang Dunia I, yaitu sistem kekhilafahan,” kata Yahya, dilansir laman NU Online.
Yahya yang terpilih dalam Muktamar Ke-34 NU di Lampung pada 22-23 Desember 2021 lalu mengatakan, upaya pengembalian masyarakat dunia ke dalam satu negara di bawah sistem kekhilafahan memiliki konsekuensi berbahaya karena menghendaki pembubaran banyak negara.
Konsekuensi ini, menurutnya, berujung pada konflik yang dapat memakan korban jiwa. “Kita ingin menyasar masalah radikalisme secara lebih tepat sasaran. Selama ini yang ada dalam diskursus radikalisme adalah perdebatan teologis.
“Kalau bisa dikatakan hanya semata perdebatan teologis atau adu dalil,” kata Yahya.
Menurut Yahya, pendekatan adu dalil oleh kelompok penolak sistem khilafah sulit untuk diharapkan dalam menyudahi radikalisme. Kelompok pengusung dan penolak sistem khilafah, kata dia, memiliki dalil untuk memperkuat argumentasi masing-masing.
“Kalau mau dicari dalilnya, ada saja dalilnya. Kalau kita mau adu dalil, ya tidak selesai-selesai. Tapi mari kita bicara konsekuensi realistisnya, yaitu kalau kita menghendaki negara-negara ini bubar, maka kita harus meruntuhkan peradaban dunia ini sama sekali dengan meminta ratusan bahkan mungkin miliaran nyawa umat manusia,” ungkapnya.
Yahya menambahkan, pihaknya menyiapkan berbagai strategi untuk menjangkau audiens publik di berbagai platform mengatasi masalah radikalisme. Hal itu, ungkapnya, baik melalui pertemuan langsung sebagaimana tradisi NU melalui pengajian-pengajian itu, maupun platform digital.
Yahya mengklaim menolak gerakan-gerakan yang meruntuhkan peradaban kemanusiaan. Ia juga mengatakan, upaya-upaya kelompok yang memaksakan kehendak terlebih harus memakan korban nyawa umat manusia.
“Ini sama sekali tidak bisa kita terima,” katanya.*