Hidayatullah.com–Polisi Afrika Selatan membabat habis sejumlah tanaman ganja yang dibudidayakan dekat kantor Presiden Cyril Ramaphosa di Pretoria.
Tanaman narkotika itu milik anggota komunitas suku asli Khoisan, yang sebagian sudah bermukim di sana selama tiga tahun.
Pemimpin mereka, yang menyebut dirinya sebagai Raja Khoisan, berpegangan pada tumpukan ganja saat polisi menyeretnya pergi.
“Polisi… kalian telah mengobarkan perang,” teriaknya seperti dikutip AFP.
“Kami datang ke sini dengan damai. Kami akan menuntut balas kalian,” imbuhnya.
Sejak itu pemimpin suku pribumi itu dijebloskan ke dalam tahanan, lansir BBC Rabu (12/1/2022).
Dia dan sejumlah temannya sesama aktivis suku asli ditahan karena terlibat dalam penanaman dan budidaya ilegal dagga (ganja) serta tidak mengenakan masker di tempat umum saat diperintahkan oleh petugas kepolisian,” lapor AFP mengutip sebuah pernyataan.
Pada 2018, kelompok suku Khoisan itu mendirikan perkemahan di lahan terbuka hijau di dekat kantor presiden, tidak jauh dari patung besar Nelson Mandela, guna kepentingan kampanye menuntut pengakuan resmi atas bahasa suku mereka.
Khoisan adalah penduduk asli tertua di Afrika Selatan tetapi sekarang menjadi minoritas kecil di negara itu.
Menanggapi insiden tersebut, istri Raja Khoisan mengutarakan kemarahannya dalam wawancara dengan situs berita Afsel IOL.
“Saya sangat, sangat marah,” kata Ratu Cynthia. “Presiden tidak bersedia datang” untuk berbicara kepada mereka, imbuhnya. Wanita itu mengatakan kepada IOL bahwa suku Khoisan hanya ingin diakuai keberadaannya.
Suku mereka biasa menggunakan tanaman untuk pengobatan, seperti kanker da. tekanan darah tinggi, papar Cynthia. Ganja tersebut ditanam di ladang sayuran.
Penggunaan ganja untuk kepentingan personal di tempat pribadi sejak tahun 2018 dikategorikan sebagai tindak pidana di Afrika Selatan.*