Hidayatullah.com — Wakil Ketua MPR-RI Hidayat Nur Wahid (HNW) mendukung penolakan terhadap draf Rancangan Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional (RUU Sisdiknas) yang dibuat oleh Kementrian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek). Hal itu dikarenakan RUU tersebut tak menyebut madrasah di dalamnya.
Suara penolakan sendiri awalnya berasal dari Aliansi Penyelenggara Pendidikan Indonesia (APPI) yang terdiri dari Majelis Dikdasmen PP Muhammadiyah, Majelis Pendidikan Kristen (MPK) di Indonesia, Majelis Nasional Pendidikan Katolik (MNPK), Pengurus Besar Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI), Persatuan Tamansiswa, dan Himpunan Sekolah dan Madrasah Islam Nusantara (HISMINU).
HNW, yang juga Anggota Komisi VIII DPRRI yang membidangi masalah Agama, mengingatkan Kemendikbudristek untuk memahami konstitusi secara benar. Ia mengatakan UUDNRI 1945 telah secara eksplisit menyebutkan pentingnya satuan pendidikan keagamaan seperti Madrasah dalam kontribusinya yang panjang terhadap pendidikan nasional.
“Penghapusan Madrasah dalam RUU Sisdiknas yang beredar tidak sesuai dengan teks dan spirit UUD NRI 1945 pasal 31 ayat 3 dan 5, sehingga wajar bila ditolak oleh APPI dan masyarakat luas. Seharusnya Kemendikbudristek melalui RUU Sisdiknasnya memayungi, mengakui dan mengembangkan seluruh bentuk satuan pendidikan yang diakui, sudah berkembang dan secara merdeka diterima dan diakui oleh Masyarakat dan oleh Negara, bukan justru menghapuskan institusi Madrasah dan memperbesar diskriminasi antar satuan pendidikan tersebut,” ujar HNW dalam keterangan tertulisnya yang diterima oleh Hidayatullah.com, Senin (28/3).
HNW mengatakan tidak disebutkannya Madrasah merupakan langkah mundur ke tahun 1989, kembali ke masa Orba, di mana dalam UU Sisdiknas waktu itu (UU No. 2/1989) Madrasah tidak dimasukkan menjadi bagian dari satuan pendidikan Nasional.
Namun, di era Reformasi, masalah tersebut sudah dikoreksi dengan hadirnya UU Sisdiknas No. 20 Tahun 2003, di mana Madrasah dinyatakan sebagai bagian pendidikan formal. Karenanya, dirinya berharap Revisi UU Sisdiknas, dapat menghadirkan keadilan bagi Madrasah.
“Memang Madrasah berada di bawah Kementerian Agama, sementara Sekolah di bawah Kemendikbudristek dan Dinas Pendidikan Daerah. Tetapi terbukti dari Madrasah bisa muncul lembaga pendidikan yang berkualitas dan unggulan bahkan secara nasional seperti MAN Insan Cendekia, sekalipun pendanaan Madrasah yang bersumber dari APBN tertinggal jauh dari Sekolah yang mendapatkan alokasi dari APBN dan APBD. Ini di antara masalah yang seharusnya diselesaikan melalui RUU Sisdiknas terbaru, bukan justru malah menghapus Madrasah,” sambungnya.
HNW juga menilai, alasan Kemendikbudristek melalui Kepala Badan Standar Kurikulumnya (27/3), bahwa penghapusan Madrasah dalam RUU Sisdiknas agar penamaan jenjang pendidikan menjadi lebih fleksibel, hanyalah dibuat-dibuat. Ia mengatakan Kemendikbudristek tidak memahami secara benar soal tujuan Pendidikan dalam konstitusi juga sejarah UU soal Sistim Pendidikan Nasional.
“Sebab UU Sisdiknas yang digunakan sekarang (UU No. 20/2003) justru sudah sesuai dengan Konstitusi, mengakui eksistensi Madrasah, dan karenanya memasukkan unsur ‘bentuk lain yang sederajat’ dalam tiap pasal mengenai bentuk Pendidikan,” katanya.
Yuk bantu dakwah media BCA 1280720000 a.n. Yayasan Baitul Maal Hidayatullah (BMH). Kunjungi https://dakwah.media/
Menurut HNW, tidak ada urgensi pengubahan nama satuan pendidikan di tengah banyaknya beragam persoalan pendidikan yang harus diselesaikan.
“Misalnya di pasal 28 ayat 3 UU 20/2003 disebutkan bahwa pendidikan usia dini berbentuk TK, RA, atau bentuk lain yang sederajat. Artinya fleksibilitas penamaan itu sudah dimungkinkan dan tidak bisa menjadi alasan untuk penghapusan Madrasah,” ujarnya.
Sebelumnya, Ketua Himpunan Sekolah dan Madrasah Islam Nusantara (Hisminu), Arifin Junaidi pada Senin (28/3/2022), mengkritik keras draf Rancangan Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional (RUU Sisdiknas).
“Alih-alih memperkuat integrasi sekolah dan madrasah, draf RUU Sisdiknas malah menghapus penyebutan madrasah,” katanya.
Arifin menegaskan bahwa madrasah merupakan bagian penting dalam sistem pendidikan nasional. Namun, peranan madrasah di tengah masyarakat selama ini terabaikan. Ia menilai UU Sisdiknas pada 2003 yang berlaku saat ini sudah memperkuat peranan madrasah dalam satu tarikan nafas dengan sekolah.
“Meskipun integrasi sekolah dan madrasah pada praktiknya kurang bermakna karena dipasung oleh UU Pemda,” ujarnya.*