Hidayatullah.com– Tren gaya hidup halal kini semakin mewabah. Di berbagai belahan dunia, negara yang penduduknya mayoritas bukan Muslim pun ikut meramaikan ranah sertifikasi halal dunia. Sebut misalnya Jepang, Korea, Thailand, bahkan negara-negara di kawasan Eropa.
Mereka berlomba-lomba mengajukan sertifikasi halal untuk menjaring para pelancong Muslim yang berkunjung ke sana.
Selain mengajukan sertifikasi halal ke Majelis Ulama Indonesia (MUI), sejumlah komunitas Muslim di berbagai negara juga membentuk lembaga halal sendiri, untuk kemudian menjalin kerja sama atau mendapatkan pengakuan dari MUI dalam melakukan sertifikasi halal.
Hingga kini, berdasarkan data LPPOM MUI, setidaknya ada 45 lembaga sertifikasi halal dari 26 negara yang telah menjalin kerja sama dengan atau mendapatkan pengakuan dari MUI.
Menurut Wakil Direktur LPPOM MUI, Muti Arintawati, pada umumnya lembaga sertifikasi halal di dunia dibentuk dan dijalankan oleh komunitas Muslim setempat berpusat di masjid, Islamic center, lembaga swadaya masyarakat (LSM), atau perusahaan swasta.
Ia menuturkan, lembaga sertifikasi halal di luar negeri bisa berupa perusahaan swasta bahkan perusahaan keluarga. Hanya sedikit negara yang pemerintahnya ikut mengatur sertifikasi halal. Hal tersebut berbeda dengan di Malaysia, Singapura, dan Indonesia.
“Aturan sertifikasi dikembangkan oleh masing-masing lembaga. Harmonisasi dilakukan melalui kerja sama bilateral antar lembaga atau pun melalui forum-forum internasional seperti OIC, ASEAN, MABIMS, IMTGT, dan WHFC,” ujar Muti lansir LPPOM MUI di Jakarta, Selasa (27/11/2018).
Karenanya, Muti menjelaskan, MUI melakukan kerja sama dengan lembaga sertifikasi luar negeri dengan cara memberikan surat pengakuan setelah mengkaji beberapa aspek.
“Di antara aspek tersebut meliputi kelembagaan, fatwa, ulama, dan auditor yang dimiliki prosedur sertifikasi dan peran lembaga tersebut dalam mengembangkan syiar Islam,” katanya.*