Hidayatullah.com– Wakil Presiden Jusuf Kalla menilai, Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal (UU JPH) yang mulai diterapkan sejak hari ini, Kamis (17/10/2019), bermanfaat buat semua pihak.
Wapres JK mengatakan bahwa sertifikat itu jaminan yang tentunya juga memperlancar pemasaran. Konsep yang saat ini diberlakukan pun katanya lebih maju, bukan hanya halal, tapi halalan thayyibah. Halal dan baik.
Karena mengusung konsep halal dan thayib, lanjutnya, maka penyelenggaraan jaminan produk halal tidak semata dapat bermanfaat bagi umat Muslim saja, tapi juga bagi semua.
“Jadi kalau tidak mau ambil halalnya, tetap bisa ambil thayib, baiknya. Atau bisa saja makan dan minuman itu halal, bahan-bahannya halal, tapi ternyata tidak baik ini juga bahaya,” ujar Wapres JK di Kantor Wapres, Jakarta, Rabu (16/10/2019).
Menurut Wapres, pemberian label halal terhadap produk makanan, minuman, dan barang-barang lain saat ini melibatkan para ahli berpengalaman. Sehingga, sertifikasi halal yang diberikan semakin kredibel.
“Jadi, kita kini menyesuaikan segalanya dari segi agama, yaitu serahkan pada ahlinya,” ujarnya. Oleh karena itu, Wapres berpesan agar sistem yang diberlakukan ini betul-betul harus dipahami.
Baca: UU JPH Mulai Diterapkan, Ini Tahapan Pengajuan Sertifikasi Halal
Sebelum pemberlakuan UU JPH, pemberian label halal hanya dilakukan oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) lewat LPPOM-nya. Saat ini, proses pemberian JPH diberikan melalui Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) dan MUI.
BPJPH berwenang dalam memeriksa, memverifikasi, dan merekomendasikan kehalalan suatu produk kepada MUI. Selanjutnya MUI yang memberikan fatwa halal.
“Kita berterima kasih kepada MUI selama ini,” ujar Wapres.
Wapres pun berharap, penyelenggaraan UU JPH yang bersifat mandatori ini bisa memberikan manfaat serta kenyamanan bagi masyarakat.
Menurut Wapres JK, walaupun BPJPH sesuai UU ditunjuk sebagai pemangku JPH, namun pelaksanaannya menggandeng institusi lainnya. Di antaranya adalah peran Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) dalam proses sertifikasi halal.
Kata dia, BPJPH sebagai pemangkunya pelaksanaannya, dalam teknisnya akan bekerja sama dengan BPOM.
“Kenapa dengan BPPOM? karena mereka sudah punya undang-undang bahwa untuk suatu barang makanan dan minuman harus disertifikasi,” ujarnya.
Hal itu diharapkan dapat memberikan kemudahan bagi masyarakat, terutama para pelaku usaha, dalam memenuhi syarat pemasaran produk di Indonesia.
Menurut Wapres, BPJPH bersama BPOM akan menguji dan MUI tetap pada fungsinya memberikan fatwa mana yang dimaksud halal dan mana yang dimaksud tidak halal. Selain itu, BPOM pun dilibatkan. BPOM akan meneliti produk makanan dan minuman sebelum dilabeli halal.
Yuk bantu dakwah media BCA 1280720000 a.n. Yayasan Baitul Maal Hidayatullah (BMH). Kunjungi https://dakwah.media/
Sementara itu, MUI menyambut baik dan siap mendukung berlakunya UU JPH. MUI juga akan menjalankan tugas dan fungsinya sesuai amanat UU JPH.
Kata Wakil Ketua Umum MUI Zainut Tauhid Sa’adi, spirit lahirnya UU JPH harus dimaknai bahwa negara hadir dalam penjaminan produk halal di negeri ini. Hal itu berimplikasi adanya pembagian peran pemerintah dan MUI dalam penyelenggaraan layanan sertifikasi halal.
Berdasarkan UU JPH Pasal 10 Ayat 1, MUI diberikan peran melakukan sertifikasi auditor, penetapan fatwa produk halal, dan akreditasi Lembaga Pemeriksa Halal (LPH).
Di samping itu, LPPOM MUI sebagai salah satu LPH tetap menjalankan peran dalam melakukan pemeriksaan produk halal.* SKR/dari berbagai sumber