Hidayatullah.com– Anggota Komisi Hukum Majelis Ulama Indonesia (MUI), Irjen Pol (Purn) Anton Tabah menyatakan, saat ini banyak pemelesetan makna intoleransi dan kebebasan di Indonesia.
Misalnya terkait lesbian, homoseksual, biseksual, dan transgender (LGBT), Anton mengatakan bahwa banyak yang sudah kebablasan memaknai makna kebebasan.
“Kebebasan di UUD 45 tetap dikoridori oleh Ketuhanan Yang Maha Esa,” ujarnya kepada hidayatullah.com ditemui di Gedung MUI, Menteng, Jakarta Pusat, Selasa (07/11/2017).
Baca: Menolak LGBT Dianggap ‘Intoleran’, Sama Halnya Menuduh Al-Qur’an ‘Intoleran’
Ia menjelaskan, makna Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) berdasarkan sila pertama Pancasila tersebut adalah semua pola hidup kita harus berkoridor di sana.
Dengan demikian, LGBT di Indonesia tidak diperbolehkan, tegasnya.
Dan, sambungnya, perlu dicermati bahwa LGBT telah dilarang oleh semua agama. “Kita tidak mentoleril LGBT karena tidak sesuai dengan Ketuhanan Yang Maha Esa,” terangnya.
Jadi, lanjut Anton, penolakan terhadap LGBT bukan masalah intoleransi.
“Kita diperintah oleh UUD 45 untuk mentaati kitab suci. Jadi LGBT kita tolak karena berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa,” tandasnya.
Baca: MUI: Tidak Ada Kata Toleransi pada LGBT dan Aliran Sesat
Isu LGBT hingga saat ini masih menghangat di tanah air. Belakangan terungkap adanya gambar bergerak (GIF) homoseksual di layanan pesan media sosial.
Akhir Oktober lalu, seorang Aparatur Sipil Negara (ASN) di Sumatera Barat (Sumbar) dikabarkan ditangkap oleh petugas Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Kota Pariaman terkait dengan kasus dugaan pasangan homoseksual.* Ali Muhtadin