Hidayatullah.com– Sekretaris Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Abdul Mu’ti menyampaikan sejumlah sarannya kepada pemerintah terkait warga negara Indonesia (WNI) mantan simpatisan ISIS.
Mu’ti menjelaskan, ada tiga kategori WNI mantan simpatisan ISIS. Pertama, mereka yang berangkat ke Suriah dan menjadi kombatan secara ideologis.
Kedua, tambah Mu’ti, mereka yang menjadi kombatan karena alasan pragmatis karena iming-iming gaji yang tinggi. Mereka tidak memiliki ideologi yang kuat.
Ketiga, lanjutnya, mereka yang ke Suriah hanya karena ikut-ikutan atau bahkan tertipu oleh anggota keluarga atau teman. “Mereka sama sekali tidak terlibat sebagai kombatan, sebagian mereka malah menjadi korban berbagai tindakan kekerasan,” imbuhnya dalam keterangan tertulisnya diterima hidayatullah.com Jakarta, Rabu (12/02/2020).
Mu’ti menambahkan, sebagian WNI yang terlibat menjadi anggota ISIS terdiri atas tiga kategori. Pertama, mereka yang memiliki paspor Indonesia dan mendukung dasar negara Pancasila dan UUD 1945.
Kedua, katanya, mereka yang memiliki paspor Indonesia tetapi anti Indonesia dan Pancasila.
Ketiga, mereka yang tidak lagi memiliki paspor Indonesia dan tidak lagi menjadi WNI.
Menurut Mu’ti, pemerintah tetap memperhatikan dan memulangkan sebagian mereka.
“Tidak seluruh eks ISIS harus dipulangkan. Mereka yang tidak lagi menjadi WNI sudah tidak perlu diurusi. Mereka bukan WNI dan pemerintah tidak ada kewajiban mengurus mereka,” ujarnya.
Sementara itu, katanya, mereka yang masih WNI dan ingin kembali perlu difasilitasi. “Pemulangan bersifat suka rela,” imbuhnya.
Mu’ti mengatakan, WNI yang tidak setia kepada Pancasila dapat kembali dengan beberapa persyaratan dan pembinaan khusus. Persyaratan tersebut antara lain tidak melakukan tindakan kriminal dan bersedia menjalani pembinaan ideologi di karantina atau tempat khusus lainnya.
“Mereka yang setia kepada Pancasila terutama perempuan dan anak-anak dapat kembali tanah air. Mereka dapat langsung dikembalikan kepada keluarga dan masyarakat dengan syarat wajib lapor kepada aparat setempat,” ujarnya.
Oleh karena itu, pemerintah dinilai perlu melakukan pendataan yang akurat dan screening yang ketat. Pemerintah bisa mengajak ormas-ormas untuk pembinaan mereka.
“Memang langkah pemulangan dan menerima eks ISIS yang kembali harus dilakukan secara sangat hati-hati agar mereka tidak meresahkan dan melakukan perbuatan melanggar hukum. Pemerintah menugaskan BNPT agar membina eks ISIS yang kembali dengan sebaik-baiknya,” pungkas Mu’ti.
Jokowi Tak Berencana Memulangkan
Sebelumnya, pemerintah Indonesia menegaskan tak punya rencana memulangkan WNI yang menjadi kombatan ISIS ke Tanah Air, demi menjaga keamanan 260 juta penduduk Indonesia.
“Saya kira kemarin sudah disampaikan bahwa pemerintah memiliki tanggung jawab keamanan terhadap 260 juta penduduk Indonesia, itu yang kita utamakan,” ujar Presiden Jokowi di Istana Negara, Jakarta, Rabu (12/02/2020) kutip Antaranews.
“Pemerintah tidak memiliki rencana memulangkan orang-orang yang ada di sana, ISIS, eks-WNI,” katanya juga.
Jokowi telah memerintahkan agar dilakukan identifikasi satu per satu dari total 689 orang yang ada di sana, mulai dari nama hingga asal tempat tinggal dan lain sebagainya sehingga data menjadi lengkap untuk melakukan cegah tangkal.
“Diidentifikasi satu per satu, nama dan siapa, berasal dari mana, sehingga data komplit, sehingga cegah tangkal bisa dilakukan di sini kalau data itu dimasukkan ke imigrasi. Tegas ini disampaikan,” sebutnya.
Selain itu, Presiden menyampaikan dari identifikasi dan verifikasi akan terlihat seluruh data orang-orang tersebut. Presiden menyampaikan pemerintah masih akan memberikan peluang untuk anak-anak usia di bawah 10 tahun yang berstatus yatim piatu untuk kembali ke Tanah Air.
“Tapi kita belum tahu apakah ada atau tidak ada. Saya kira pemerintah tegas untuk hal ini,” sebutnya.
Soal status kewarganegaraan para WNI itu, Presiden menyampaikan bahwa segala keputusan yang dibuat oleh orang-orang itu sudah dihitung dan dikalkulasi oleh yang bersangkutan.*