Hidayatullah.com–Negosiasi tidak langsung antara Palestina dan Israel dengan perantara Amerika Serikat akan diselenggarakan pada hari Rabu depan. Netanyahu akan langsung turun tangan dalam agenda ini, dengan berkonsultasi kepada tujuh menterinya. Hal ini dimaksudkan untuk mencegah kebocoran agenda, demikian seperti yang dilansir Al-Arabia pada Senin (3/5).
Minggu (2/5), Perdana Menteri Israel bertemu dengan Presiden Mesir Husni Mubarak di Sharm el-Sheikh, bersamaan dengan kedatangan utusan AS George Mitchell dalam rangka membicarakan kembali upaya negosiasi damai antara Palestina dan Israel yang belum berhasil.
Seperti diberitakan Ha’aretz, Benjamin Netanyahu akan menuntut kedua belah pihak untuk membahas peraturan keamanan di Tepi Barat pada sesi pertama perundingan tersebut. Israel menegaskan bahwa masalah mendasar yang perlu diselesaikan termasuk perbatasan, pengungsi, dan status Yerusalem.
Salah seorang pejabat senior mengatakan kepada Ha’aretz bahwa Netanyahu baru saja meminta dari Departemen Pertahanan dan Dewan Keamanan Nasional rincian ringkasan yang diberi nama “Delapan Poin” yang menguraikan tuntutan keamanan Israel dalam hal perjanjian terakhir.
Namun tampaknya poin-poin perjanjian bakal merugikan Palestina karena Netanyahu menginginkan agar dalam “Delapan Poin” tersebut disertakan informasi yang rinci mengenai masalah perlucutan senjata yang akan dilakukan dari negara Palestina, serta penyebaran pasukan Israel di perbatasan sebelah timur untuk mencegah penyelundupan senjata.
Kepala Staf Perencanaan Umum dan Komandan Angkatan Udara Israel, Mayor Jenderal Edo Nehushtan telah menulis sebuah dokumen asli mengenai pemantauan perbatasan Israel-Palestina, dan kebebasan Angkatan Udara Israel untuk terbang di wilayah udara Palestina, serta untuk melakukan pengontrolan di Tepi Barat.
Para diplomat Israel mengatakan juga kepada Ha’aretz bahwa Palestina akan memilih untuk membuka jalur negosiasi untuk mendiskusikan masalah perbatasan dan pemindahan area yang luas di Tepi Barat kepada pengawasan Palestina, serta menyetujui pembukaan kembali Orient House di Yerusalem. Palestina yakin bahwa di sini mereka mendapatkan keuntungan atas Israel, karena Amerika Serikat dalam hal ini memberikan dukungan kepada mereka. [sadz/aby/hidayatullah.com]