Hidayatullah.com—Puluhan agen intelijen Israel Shin Bet dan jemaat Yahudi menyerbu kompleks Masjid Al Aqsha, kata seorang pejabat Palestina, lansir Saudi Gazette (7/9/2012).
Syeikh Abdulazim Salhab, ketua Dewan Waqaf Islam di Al Quds (Yerusalem), mengatakan bahwa 30 orang agen Shin Bet dan sekelompok jemaat Yahudi berjumlah kira-kira 40 orang yang dipimpin Moshe Feiglin masuk kompleks Masjid Al Aqsha lewat pintu gerbang Al Magharibah.
Menurut Salhab, Feiglin—anggota Knesset ketua faksi Kepemimpinan Yahudi dalam Partai Likud yang berseberangan dengan PM Benjamin Netanyahu—ketika berada di kompleks Masjid Al Aqsha memasuki Al Musalla Al Qibli, dan Kubah Al Shakhrah atau Dome of the Rock.
Feiglin “mulai memprovokasi para jamaah Muslim dengan kawalan agen-agen Shin Bet,” kata Salhab.
Salhab menceritakan, sudah hampir 3.000 jemaat Yahudi dan 2.000 petugas keamanan Zionis Israel menerobos masuk kompleks Masjid Al Aqsha sejak awal tahun 2012 ini.
Serbuan orang-orang Yahudi setiap hari ke Masjid Al Aqsha merupakan bagian dari upaya yahudisasi tempat paling suci ketiga umat Islam itu.
Israel Juni 1967 menguasai wilayah timur Al Quds dan menganeksasinya pada tahun 1980. Di sana Yahudi mendirikan pemukiman-pemukiman penduduk, tempat di mana saat ini sekitar 300.000 Yahudi tinggal.
Al Quds ibukota Yahudi
Hari Rabu (5/9/2012) Partai Demokrat di Amerika Serikat mengamandemen platformnya dengan memasukkan kata-kata yang menyebutkan bahwa partai itu mendukung Al Quds (Yerusalem) sebagai ibukota negara Israel.
Media-media Zionis melaporkan, perubahan itu dilakukan di menit-menit terakhir, setelah mendapat kecaman bertubi-tubi dari para anggota Partai Demokrat di Kongres AS karena kata-kata dukungan yang dimasukkan tahun 2008 itu dihapus dari teks platform tahun 2012.
Platform Partai Demokrat tahun 2008 dengan jelas menyatakan, “Yerusalem adalah dan tetap akan menjadi ibukota Israel.”
Meskipun sudah dikembalikan lagi teks itu dalam platform Partai Demokrat, namun menurut jurubicara Knesset Reuven Rivlin meragukan kesungguhan sekutunya di Washington.
“Saya tidak ragu lagi bahwa (Presiden AS Barak) Obama memasukkan nama Yerusalem kembali ke dalam platform partainya karena pertimbangan politis dan pemilu, serta karena kritikan tajam dari Israel dan dari dalam AS,” kata Rivlin kepada Radio Israel.
Tokoh Zionis itu yakin, dihilangkannya teks tersebut bukan karena kelalaian. Dan hal itu mengindikasikan masalah, yaitu berkurangnya komitmen strategis pemerintah Amerika (yang sekarang) terhadap Israel.*