Hidayatullah.com–Organisasi Pembebasan Palestina (PLO) mendesak semua Negara Arab untuk memutuskan hubungan dengan negara manapun yang mengakui Yerusalem (Baitul Maqdis) sebagai Ibu Kota ‘Negara palsu’ Israel dan memindahkan kedutaannya ke sana.
Pernyataan dikeluarkan dalam pertemuan yang bertajuk “Yerusalem Ibu Kota Abadi Negara Palestina” itu digelar pada Ahad, 14 Januari untuk membahas mengenai cara menghadapi keputusan Amerika Serikat (AS) yang mengakui Yerusalem (Baitul Maqdis) sebagai Ibu Kota Israel.
“Kami menghormati dan menghargai posisi negara-negara Arab dan dukungan mereka untuk Palestina. Kami menuntut pelaksanaan keputusan KTT Arab di Yerusalem (Baitul Maqdis), khususnya KTT Amman tahun 1980, yang menyerukan untuk memutuskan semua hubungan dengan negara yang mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel atau memindahkan keduataannya ke sana,” kata pernyataan yang dibacakan Ketua Dewan Pusat PLO, Salim Al-Za’noun dikutip Wafa.ps.
Pernyataan PLO tersebut juga menyarankan agar pengakuan ‘Negara palsu’ Israel dibatalkan sampai Tel Aviv mengakui negara Palestina dan delineasi 1967 dengan Yerusalem Timur sebagai Ibu Kota Palestina.
PLO, yang selama ini dikenal dekat AS dan Israel, menjadi payung beberapa partai politik Palestina, mengatakan bahwa mereka telah memerintahkan komite eksekutif untuk menunda pengakuan ‘Negara palsu’ Israel sampai Israel mengakui negara Palestina tersebut, menghentikan invasi ke Yerusalem Timur dan menghentikan pembukaan permukiman baru.
Resolusi juga mengatakan periode transisi seperti yang didikte perjanjian Oslo pada 1993 tidak lagi berlaku.
“Dewan juga menimbang bahwa pemerintah AS, menyusul keputusan mereka, tidak lagi layak dalam perannya sebagai mediator dan sponsor proses perdamaian serta tidak akan menjadi mitra dalam proses ini bila tidak menarik keputusan mereka,” terang Al-Za’noun dikutip Wafa.ps.
Resolusi juga meminta komunitas internasional terus membantu kebebasan dan kemerdekaan Palestina agar bisa menjadi negara yang berdaulat.
Namun, beberapa partai politik Palestina menolak untuk menyatakan pendirian mereka atas pernyataan samar-samar tersebut.
Pemimpin Front Pembebasan Palestina Omar Shehadeh mengatakan bahwa tidak ada keputusan yang jelas untuk mengakhiri Kesepakatan Oslo, menghapus pengakuan Israel terhadap negara tersebut dan menghentikan koordinasi keamanan dan mengarahkan komite eksekutif untuk mengambil tindakan akan memakan waktu.
Setelah mengakui kehadiran Israel pada tahun 1988, PLO menandatangani Persetujuan Oslo pada tahun 1993 dan kesepakatan pembentukan sebuah negara Palestina merdeka dengan membentuk sebuah pemerintahan sementara Palestina pada tahun 1995 dikelola oleh Otoritas Palestina (PA).
Perjanjian Oslo juga memberi penjajah kendali penuh terhadap ekonomi Palestina, urusan publik dan keamanan di 60 persen wilayah Tepi Barat, dan memperkenalkan sebuah koordinasi keamanan yang kontroversial antara Tel Aviv dan PA.
Baru-baru ini, ada antara 600.000 sampai 750.000 orang Israel atau 11 persen penduduknya, tinggal di wilayah-wilayah Palestina yang dirampas.*